Pages

Thursday, May 29, 2014

Menabung untuk track tops

Nah, waktu kemarin saya ulangtahun saya pergi sama cici saya ke PVJ. Sambil jalan iseng-iseng saya nyeletuk kok di PVJ nggak ada Nike Store (padahal ada sebetulnya cuman belum kelewat aja). Saya nyeletuk gitu waktu saya lewat outlet Adidas. Pas saya nengok ke dalam outlet Adidas, saya langsung lihat track tops tim Jepang yang menurut saya kece! 

Gini nih perawakannya.. 


Pas lihat, saya langsung pengen beli tapi berhubung duitnya udah mulai menipis karena dipake beli cemilan, akhirnya niat itu pun tak terlaksana dan saya hanya bisa ngelus dada (dada saya ya bukan dada Jupe) saat lihat price tag. Mahal? Oh jangan ditanya, tapi ya namanya juga barang branded dan original jadi mau bagaimana lagi. Pasrah saja deh jadinya. 

Harganya sekitar 500k kalau saya nggak salah. Kebetulan saya sudah punya jersey tim Jepang, jadi tinggal melengkapi aja dengan koleksi track top. Saya browse di internet tentang Japan Anthem track top ini dan nemu lagi dengan bahan dan warna yang beda (bahannya polyester kalau nggak salah). Perawakannya seperti ini: 


Kalau dipakai kurang lebih gini: 


Lha kok mirip Ariel ya? 

*hening*

Saya sudah lama nggak nabung untuk beli sesuatu jadi saya rasa ini waktunya untuk kembali mulai nabung. Satu bulan harus bisa kekumpul 200 ribu.. 

Mari nabung! 

20 (+1)

Dua puluh (plus satu). Sudah sejauh ini ternyata saya berjalan dan saya nggak menyangka sudah banyak banget hal-hal yang saya lalui. Dari mulai hal-hal yang menyenangkan sampai hal-hal yang bikin hati nyesek, ternyata saya bisa melewati hal-hal seperti itu (level cleared!). Di malam ulang tahun seperti biasa saya duduk dan nunggu jam 12 malam. Untuk ulangtahun kali ini agak berbeda karena setelah lewat jam 12, saya nggak cek media sosial saya. Saya save kerjaan laporan pemagangan, matikan komputer, taruh ponsel saya di end table, charge iPad, naik ke atas tempat tidur dan.. tidur. 

Dan sampai sekarang pun di tanggal 29 Mei, saya masih banyak berterima kasih untuk semuanya yang sudah datang, yang sudah memberi ucapan selamat, yang mendoakan segala yang terbaik buat saya. I love you guys!


Tapi di setiap hari ulangtahun saya selalu meluangkan waktu untuk merenung, mencoba lihat ke belakang dan mulai memikirkan resolusi untuk tahun yang baru. Banyak hal yang harus diubah dari saya dan banyak hal yang harus saya cari lagi untuk menutupi apa yang menurut saya masih kurang (semisal kemampuan wirausaha dan kemampuan interpersonal yang menurut saya masih ga bagus). Biasanya kalau udah masuk momen renungan ini, nggak kerasa kadang suka menangis. Entah menangis bahagia, menangis sedih, atau menangis marah, biasanya sih suka meneteskan air mata. 

Menangis bahagia; mungkin karena saya terharu ketika sadar bahwa dalam perjalanan sejauh ini saya punya beberapa orang yang sayang dan peduli sama saya tanpa syarat. Saya punya sahabat-sahabat yang ada, nggak hanya di saat saya lagi senang tapi juga di saat saya lagi sedih. Saya punya keluarga yang, meskipun kadang sering bertengkar, tapi tetap peduli. Oh ya, saya juga terharu dan hampir nangis saat beberapa teman kasih kado karena saya nggak nyangka sama sekali akan dapat kado. 

I wonder what is it..
dan hadiahnya ternyata..

Tadaa!
Saya dikasih lampu meja yang menurut saya desainnya unik (dan saya suka warna hijaunya). Jadi lampu meja itu juga bisa jadi reminder dan jadi white board kecil untuk kita tulis catatan. Semoga dengan hadiah ini bikin produktivitas saya lebih baik lagi. Thanks a bunch, Agis, Arini, Naza, Intan, Fatin, Onne, dan Yana Andira :D

Dan ada juga white chocolate yang dikasih sama my announcer friend, Icha. Icha sih bilangnya berasa kasih hadiah pas hari Valentine. Tapi yang bikin saya terharu bukan karena soal apakah kayak hari Valentine atau bukan. Icha bilang Icha kasih coklat karena dia tahu saya suka coklat dan.. It's surprising for me that she knows I love chocolate a lot. Sebetulnya hadiahnya sederhana, tapi itu berharga karena dia kasih saya sesuatu yang sangat saya suka. Almost shed tears during the RM class yesterday actually he he he.. 

Kehadiran teman-teman saya di pesta kecil ulang tahun saya juga bikin saya terharu. Memang ada beberapa yang tidak bisa hadir karena ada keperluan tapi saya maklumi. Beberapa teman kasih ucapan lewat media sosial, dan ada yang kirim saya gambar juga. Bahkan om Bangun dan Yana sampai kirim kue virtual buat saya. Aaa! Seandainya saya bisa makan itu kue-kue yang dikasih.. 

by Teh Echi
by Naza Mahyati
Dan inilah kue-kue virtual yang dikirim om Bangun dan Yana. Dan keterlaluan nih Yana kirim kue coklat Oreo yang malah bikin ngebet ke toko kue *slurping*

kue dari Yana

kue dari om Bangun

Beberapa teman datang ke pesta kecil saya dan kita makan McFlurry karena memang tema pestanya adalah McFlurry Party. Saya sengaja pilih tema itu karena saya kebetulan fans berat McFlurry. 






Sepulangnya dari McDonald's pun saya masih merayakan ulang tahun sama cici tersayang saya, main keliling-keliling PVJ, ngopi di Killiney, lalu berakhir makan sushi di Sushigroove. Pulangnya kaki saya agak encok karena jalan kaki seharian, but that's okay

Oh ya, kalau tentang menangis sedih mungkin ada kaitannya dengan introspeksi diri. Saya biasanya melihat setahun ke belakang saya itu bagaimana orangnya. Saya tahu pasti banyak hal-hal dari saya yang harus diubah. Dari mulai time management, kebiasaan jelek, sampai cara bersikap. Kadang-kadang saya sering bersikap dingin dan sinis sama orang, mungkin karena memang pada dasarnya saya ini tertutup dan terkadang memang nggak mau begitu saja dekat dengan orang lain. Banyak hal deh yang harus diubah dan saya sering sedih kalau ingat bahwa saya seperti itu. Biasanya setelah nangis, saya jadikan itu sebagai resolusi, bahwa tahun ini harus bisa jadi figur yang lebih baik dan lebih dewasa. 

Sejujurnya ada banyak hal yang ingin diceritakan di post ini tapi konyolnya saya nggak tahu harus bilang apa. Yang jelas sih momen ulangtahun adalah momen dimana kita bermetamorfosis jadi sosok yang baru, yang harusnya sih lebih baik. Dan semoga saja momen ini saya bisa menjadi sosok yang lebih baik.

Oh ya, tapi yang jelas saya jadi belajar banyak tahun ini. Saya belajar buat jadi sosok yang lebih ramah sama orang lain. Walaupun misalnya nggak begitu dekat, setidaknya senyum sama orang lain karena saya sadar selama ini saya seringkali bersikap dingin dan sinis sama orang lain dan itu pasti bikin orang lain merasa nggak nyaman. Saya belajar untuk lebih realistis dalam berteman. Kata bang Opan, selama ini saya terlalu baik sama beberapa orang dan juga terlalu menaruh kepercayaan sama mereka, jadi sekalinya ada sesuatu saya langsung kecewa habis-habisan sama mereka. Teh Mesha juga menambahkan untuk nggak selalu percaya sepenuhnya sama orang karena setiap orang punya kesempatan untuk melukai satu sama lain. Teh Mesha bahkan bilang kalau ia memang sudah mandiri karena memang tidak sepenuhnya percaya sama orang lain dan itu yang harus saya contoh. Caption foto yang diunggah Agis di Path pun bikin saya sadar bahwa, memang sih tugas saya sebagai jarkomer itu simpel, tapi tugas simpel itu bisa membantu orang banyak dan bikin sebuah perubahan. Icha juga bikin saya sadar bahwa terkadang ada orang yang kesehariannya kelihatan cuek padahal sebetulnya peduli dan paham kita itu seperti apa, seperti halnya Icha yang paham kalau Klaus itu suka banget sama coklat. 


Thanks, guys :)

My little McFlurry party

Yesterday (May 28th) was my birthday and I held a small party at nearby McDonald's. I invited some friends to the party and there we enjoyed lunch together as we celebrated my birthday. My sister came to the party as well but my brother couldn't make it because he was doing his exam. 

I had only one class at 8.40 and it ended at 10.40 so it was such a good thing because I could start the party earlier. I went to McDonald's with my announcer friend Icha and we met my sister there. The theme for the party is McFlurry because I love McFlurry very much so it became the main dish for the party. I ordered iced Milo and French Fries as well. Icha became the MC of the party and some of friends said words of advice and birthday messages for me. 


from left to right: i-Jay, bang Opan 'Bradley', and me


from left to right: Kemala Tyara, Pritania, me, Adele, Alina

from left to right: Fatin, Onne, Yana, me, Arini, Agistya, Icha
I had fun. Thank you guys for coming to my party :)

Wednesday, May 28, 2014

Posesif

Aku tak pernah menuntut hal-hal besar padamu. Aku tahu aku tak dapat menaruh ekspektasi yang berlebihan. Aku hanya bisa berdoa, berdoa, dan berdoa. Aku tahu kekuatan doa sangat besar, dan jika kau percaya, kekuatan doa jauh lebih besar daripada besar tekanan air di kedalaman Atlantik yang menekan lambung kapal selam kecil berdiameter empat meter.

Saat kau mendapatkan sepeda motor baru, kau menghabiskan banyak waktu mengendarainya, berkeliling kota dan mengunjungi tempat-tempat. Kau berkendara dari Yogyakarta ke Semarang, lalu beberapa hari kemudian kau memberitahuku bahwa kau telah tiba di Cirebon. Di akhir pekan kau mengirim fotomu sedang berpose di Kota Tua Jakarta.

Aku tahu kau sangat sibuk sehingga aku hanya bisa berdoa. Aku berdoa agar kau mengalami kecelakaan dan sepeda motor barumu hancur sampai kau tak dapat menggunakannya lagi sehingga kau tak perlu pergi kemanapun lagi, tinggal di rumah, duduk mendengarkan musik sambil menikmati secangkir kopi bersamaku, dan menikmati makan malam berdua saja di rumah.

Saat kau membeli kamera barumu, kau berpetualang menjelajahi alam terbuka, memotret banyak bentang alam. Bermain di bawah terik matahari dan berlari di bawah gerimis di tengah rimbunnya hutan hujan tropis. Berkejaran dengan rusa-rusa dan bercanda dengan kematian saat kau mendekati sekawanan singa.

Aku tahu kau sangat sibuk sehingga aku hanya bisa berdoa. Aku berdoa agar kau tergelincir saat menuruni lereng gunung dan menjatuhkan kamera barumu sampai kameramu hancur berkeping-keping dan tak dapat digunakan lagi sehingga kau tak perlu pergi kemanapun lagi, tinggal di rumah, duduk mendengarkan musik sambil menikmati secangkir kopi bersamaku, dan menikmati makan malam berdua saja di rumah.

Saat kau memutuskan untuk menjadi musisi kafe bersama teman-temanmu, kau menghabiskan empat malam selama seminggu memainkan gitar akustikmu, mengiringi nyanyian temanmu di tempat remang yang penuh dengan asap rokok dan dentingan gelas-gelas bir. Kau berkawan dengan malam, menikmati udara dingin di bawah langit hitam tak berbintang.

Aku tahu kau sangat sibuk sehingga aku hanya bisa berdoa. Aku berdoa agar seseorang mencuri gitar akustikmu sehingga kau tak bisa lagi tampil di panggung kotor itu dan kau tak perlu pergi kemanapun lagi, tinggal di rumah, duduk mendengarkan musik sambil menikmati secangkir kopi bersamaku, dan menikmati makan malam berdua saja di rumah.

Setelah lamaran kerjamu diterima, kau sibuk berkutat dengan laptop dan berkas-berkas berdebu yang ada di ruang kerjamu. Kau pergi sebelum matahari terbit dan kau pulang setelah aku menghabiskan satu buku novel dalam semalam.

Aku tahu kau sangat sibuk sehingga aku hanya bisa berdoa. Aku berdoa agar kau dipecat dari pekerjaanmu sehingga kau tak perlu pergi kemanapun lagi, tinggal di rumah, duduk mendengarkan musik sambil menikmati secangkir kopi bersamaku, dan menikmati makan malam berdua saja di rumah.

Saat atasanmu memintamu pergi bersama beberapa rekan kerjamu dalam rangka kunjungan kerja ke Guangzhou, kau sangat bersemangat. Kau memberitahuku bahwa kau akan pergi minggu depan, tepat pada hari ulang tahun pernikahan kita yang pertama. Kau pergi bersama beberapa rekan kerjamu, termasuk beberapa rekan kerja wanitamu. Kau berjanji kau akan mengajakku pergi berlibur setelah kau pulang dari kunjungan kerjamu.

Aku tahu kau sangat sibuk tapi aku lelah karena harus melewati malam-malam sendiri. Cangkir kopimu selalu bersih dan seringkali aku tak perlu memasak makan malam untuk dua orang. Banyak orang yang membutuhkanmu termasuk aku, tapi kau lebih memilih mereka yang bahkan tak tinggal bersamamu daripada seseorang yang sudah jelas sangat membutuhkanmu, yang setiap pagi bangun sebelum kau membuka mata, menyiapkan sarapan, dan menunggumu pulang. Kau tahu aku hanya bisa berdoa.

Aku berdoa agar di hari keberangkatanmu tak ada satu hal pun yang terjadi kecuali ledakan kecil pada arus listrik pesawat yang menyebabkan terjadinya kebakaran kecil di dalam kabin dan berakhir dengan sebuah ledakan besar. Kuharap kau ikut terbakar bersama pesawat sial itu, bersama rekan-rekan kerjamu, dan laptopmu, dan berkas-berkas berdebumu sehingga tak ada lagi siapapun yang dapat menghubungimu dan memintamu untuk bekerja dari pagi sampai malam. Jika aku tak dapat bersamamu, maka orang lain pun tak boleh bersamamu. Tak boleh ada yang memanggil namamu jika aku tak bisa memanggil namamu.

Tak boleh ada yang menyentuhmu jika aku tak bisa menyentuhmu.

Tuesday, May 27, 2014

Terlalu baik

Saya nggak ngerti kenapa saya selalu gagal buat menyembunyikan beberapa perasaan. Marah, bahagia, sedih, kecewa.. Selalu saja ketahuan kalau saya lagi merasakan hal-hal semacam itu. Saya udah coba untuk sembunyikan, tapi nampaknya sorot mata nggak bisa bohong. Kadang-kadang saya muak kalau orang sudah tahu bahwa saya memang lagi merasakan sesuatu atau coba buat menyembunyikan sesuatu. 

Tapi sekarang ini, saya memang sedang kecewa. Ya, kecewa. Jangan ditanya lagi. Bohong banget kalau saya bilang saya nggak kecewa. Saya kecewa. Entahlah. Ironisnya besok adalah hari jadi saya dan memang sebetulnya nggak ada hubungannya dengan ini tapi saya seringkali berfikir apa ini semacam ujian akhir sebelum saya naik ke jenjang hidup yang lebih tinggi? 

Orang belum tentu mau peduli sama saya dan saya juga belum tentu akan peduli dengan orang. Terima kasih kepada orang-orang yang selama ini mau peduli sama saya meskipun kadang saya anaknya keras kepala dan egois. Dua hari terakhir ini saya cukup banyak dapat pelajaran dari dua sahabat terdekat saya. Mereka coba jelaskan sama saya kenapa saya sangat gampang kecewa. 

Karena saya terlalu banyak naro harapan pada orang lain. 

Saya nggak siap untuk situasi dimana senpai-senpai saya sibuk sendiri dengan game dan semacamnya, dan saya teralienasi. Saya nggak siap dengan situasi dimana orang-orang itu yang sering berisik di kelas itu ramah sama saya kalau memang ada sesuatu aja dan selebihnya, mereka bersikap apatis. Saya nggak siap dengan kenyataan bahwa saya terlalu baik sama beberapa orang. 

Dua sahabat saya itu mencoba kasih tahu saya untuk lebih rasional dan realistis dalam berteman. Ada situasi dimana kita nggak bisa selalu mikirin orang lain terus-terusan, dan kita nggak bisa egois sama diri sendiri. Ada situasi dimana kita harus acuh sama teman kita dan jangan terlalu baik sama mereka. Saya lupa hal itu karena saya naro terlalu banyak ekspektasi di mereka. 

Dan saat ekspektasinya nggak tercapai, saya kecewa. 

Mungkin ini yang saat ini saya rasakan. Ekspektasi yang saya taruh di teman-teman saya nggak tercapai dan saya kecewa. Sedih? Jangan ditanya. Saya juga nggak tahu harus salahkan siapa. Mungkin memang salah saya juga karena terlalu gampang percaya sama orang. Saya salut sama orang-orang yang bisa mandiri karena nggak gampang percaya sama orang lain. 

Tapi ya sudahlah. Najah bilang besok ulang tahun saya jadi no matter what saya harus bisa coba untuk menikmati momennya. Saya nggak perlu kado. Kue ulangtahun itu opsional. Saya perlu berada di dekat sahabat-sahabat terdekat dan keluarga dekat di saat ulang tahun. 

Itu saja sih untuk sekarang. 

Monday, May 26, 2014

My dog friend, Diego

It was my birthday and my parents took me to a nearby pet shop. I'm the only child in my family and often times I felt lonely so my parents decided to let me adopt a dog as my birthday gift. I walked through the alley of cages, showing lots of dogs woofing at me. My parents gave me some time to choose which dog I'd like to adopt so I walked slowly and I saw cute Maltese. I asked the shop owner whether or not I could take her out of the cage and he allowed it. I took her out of her cage and tried to play with her. She woofed cutely and blinked her eyes at me. I put her down and she ran around the room. I tried to chase her but when I caught her, she barked at me fiercely and scratched my T-shirt. I was so startled that she became so fierce so I decided to put her in the cage and looked for another dog. 

I saw a little Chihuahua sitting on her comfy couch. She didn't look at me but I tried to call her to come to me. She didn't make a move so I decided to take her out of her cage. I patted her head but she always defended herself, like she didn't want me to touch her. I put her down but she just walked into her cage and again sat on her couch. I can't adopt her, I thought. I'd need a dog that I could play with. She was so lazy and somewhat arrogant and I could not believe it. Or maybe, she didn't like me. 

I saw an Akita in the next cage. He was looking at me, pointing his paw at me. I walked to see him closer. Well he was too big and I didn't think I could handle him. He got his left foot bandaged and I asked the shop owner what had happened to the dog. He told me that the dog was beaten by his former owner because the dog attacked the former owner's relative. He also told me that the dog was somewhat rebellious; he ran and messed this room at the first time his former owner brought him here. I looked at the dog's eyes and I saw something. I was about to open the cage but my parents immediately stopped me. "He might bite you," mama said. 

The shop owner asked my parents if they'd like to check the collection of dog kennels. My parents and the shop owner left me with the dogs. I saw a beautiful Poodle in the next cage and I tried to call her so she would come to me. She did come to me but she barked fiercely at me. I tried to calm her down but she kept barking at me. Thank God I had not opened the cage yet because if I had, she might jump and kicked my face. 

There was a little Beagle woofing at me. I came closer to his cage and he rolled back and forth, seeking for my attention. I took him out of his cage. He woofed at me and he let me pat his head. I carried him and he looked comfortable being hugged by me. He licked me face and it tickled me. Oh, I thought I would adopt him. I put him down and gave him a piece of salt cheese cracker. He took it and brought it into his cage. I was surprised. I called him again, trying to make him come to me but he didn't come back. I even tried to take him out but he refused. Feeling disappointed, I closed his cage and continued looking for another dog. 

I saw a Siberian Husky in the next cage. His fiery, bold eyes looked at me. He didn't bark at me, yet he didn't make any move from his spot. I wasn't sure if he liked me but I tried to steal his attention. To my surprise, he came to me and talked to me. Yes! He literally talked to me! He even called my name! I thought I was hallucinating but I wasn't. The dog really talked to me. 

"Never see a talking dog, Mario?" 

I pinched my arm and I slapped my face. It hurt. That Siberian Husky was talking to me and it was real. 

"Y-you talk to me?" I asked nervously. 
"Yeah. Whom do you think I'm talking with?" answered the dog. 
"H-how come?" 

The dog pointed his paw at the cage door, wanting to get out his cage. I opened his cage and let him out. I knelt so my height became as tall as his. 

"How could you know human language?" I asked.
"Sure I understand. You people know my language, too, don't you?" he answered. 
"But this is weird," I replied, "You know.. I'm talking to a dog and he replies me. We both speak in English and.. please don't tell me that you know Spanish, too" 
"Buenos dias?

I gasped. 

"Are you looking for a dog to adopt?" the dog asked. 
"Y-yes.. I'm actually looking for a friend since I'm the only child in my family," I answered. 
"So have you made your decision?" the dog asked again. 
"No. It's hard to make a decision. I don't know which one to adopt," I answered. 

The dog moved closer to me. 

"Do you want to know what they're thinking?" 
"How?" 
"Now close your eyes" 

I closed me eyes. 

"Don't open your eyes until I tell. Okay" 
"What?" 
"Now open your eyes" 

I was very shocked when I opened my eyes. Now I could hear what the dogs were thinking. No. They were not barking at me. They were shouting at me! 

"Pick me!" 

"No! Don't pick her! She's annoying! Pick me instead!" 

"Do you have swimming pool at your house?" 

"How big would my kennel be?" 

"Hey dude! Would you give me more cracker pieces?" 

"Do you live in Holywood?" 

"I want Bratwurst!" 

I was so shocked that I could not say anything. Now I could know what the dogs said and it made me crazy. They all kept talking to me and they didn't give me time to make a decision. No. Not all the dogs. The Akita didn't say anything. He didn't even looked at me; he was looking at the floor. He looked sad and he didn't even ask me to pick him. The noise came to its peak and I could not stand it anymore. 

"Shut up!!!" 

All the dogs stopped talking. I walked to the Akita's cage. He was there and he didn't look at me. He still looked sad and I wondered why. 

"Hey, buddy. What happened?" I asked him. 
"Why do you talk to me?" he asked. 
"Because you are the only one who doesn't say anything. You're so quiet," I answered. 

The dog came to me. 

"The shop owner told me that you were beaten because you attacked your former owner's relative. Is that true?" I asked. 
"Yes, that's true," he answered, "But do you know why I attacked him?" 
"Why?" 
"Because he tried to molest Callista"
"Callista? Who?"
"My former owner's daughter"
"So you attacked him in order to save Callista from being molested?" 
"Yes. I love her as much as she does to me. I believe she's missing me right now" 
"But why didn't you tell your owner that you just wanted to protect Callista?" 
"No one would believe me. Else, we don't speak human, yet we understand what they say" 

I sighed. 

"And why did you make a mess at the first time you came to this place?" 
"Because I didn't want to leave Callista. She was crying in the car and her parents didn't let her see me for the last time" 

I thought for a while, deciding to open his cage. I didn't know what came into my mind but I just opened his cage and let him out. On the next second I found myself hugging the dog. It just happened and the dog didn't bite me. 

"I wonder what your name is," I said.
"Diego. That's how Callista call me," he replied. 

My parents and the shop owner came back and they were shocked to see me hugging the dog. 

"Mario! Get away from the dog!" cried mom, "Lawrence have told you that the dog is dangerous!" 
"He might bite your ear!" said dad. 
"No, he didn't and he wouldn't," I replied. 
"Mario, could you just pick another dog? Probably a good looking one so you can take her to competition?" asked mom. 

I sighed and stood up. Diego stood next to me. 

"Mama, papa, please let me make my own decision. I've been lonely all this time and I don't need fancy dog to win a competition. I just need a friend and I've found one. Diego is a good friend," I said, "Please. I just want him and I don't care about any competitions. It's my birthday, isn't it? You let me adopt a dog which means that you believe that I'll take care of my pet seriously. If you believe that I can take care of my pet, then why can't you believe in my decision?" 

Mama and papa had a sidebar and the shop owner looked at me, confused. 

"How do you know that he is a good dog?" he asked. 
"Diego attacked his former owner's relative because he wanted to protect Callista. He made this room messy at the first day he came here because he was angry. He didn't want to leave Callista alone because he knew Callista would be sad and lonely," I answered. 
"You said that like you had talked to the dog," the shop owner held his laugh. 
"Indeed. Sure I did," I replied. 

It was a good thing that mama and papa let me adopt Diego. I promised them that I would take care of Diego seriously. As we walked out the pet shop, Diego woofed at me. 

"Thank you for being my friend," Diego said. 

I winked at him. 

"So you wanna play tag as we come home, mi amigo?" I asked. 

Diego woofed again. He said yes. 

That's a lie

You're a liar. You're the best liar I've ever met. No one can tell lies as perfect as you do. I've been lied all these time, yet I still love you. I don't know what have you done to me but I still love you. I can hate you but I decide to love you. I realize that I've been in love with a liar. And guess what? I'm still in love with you, the best liar I've ever met. 

I saw you for the first time that spring. You were enjoying your ice cream while seeing blooming cup flowers. I was riding my bike and I lost control so I hit you. We both were hurt. I fell on the bushes and you dropped your ice cream. I thought you'd be mad at me but you didn't. You helped me out of the bushes. Your knee was wounded and I knew you really felt hurt but you told me that you were fine; you cleaned my wound instead, wiping the blood using your purple handkerchief. I told you I'd take you to nearby clinic but you insisted to stay and kept saying that you were fine. 

That's a lie. Blood kept coming out of your wound. 

One morning I woke up late and rushed to school. I was so careless so I slipped and fell down the stairs. Nobody was there to help me and I injured my ankle. I could barely get up. Suddenly you came and saw me. You helped me get up and bring me to school clinic but I insisted on coming to the class so we both walked very slowly to the class. We came late to the class and our teacher punished us for coming late. I felt so sorry for making you get punished but you said you were fine. 

That's a lie. I made you get punished for the first time. 

After the graduation, I decided to move to Tokyo. I studied engineering in Todai and I was very proud of it. One day I was walking home and I saw you sitting alone at the park. You looked very happy when I came to you. I asked you why you were still here in Japan. I had heard that you were moving to Canada. You smiled and told me that you decided to stay in Japan to study law at Todai. You said you wanted to study law so bad. 

That's a lie. I know music was your real passion. 

That Christmas night you texted me to come over. You had a small Christmas party at your flat and you invited some friends. As the party ended, you asked me to stay because it was raining outside. I told you I brought my umbrella but you insisted on asking me to stay over. You told me the rain can make me sick. Else, you said you didn't feel well so you personally asked me to take care of you for one night. I gave up and stayed over, only to have a chat over coffee and biscuits. You told me you felt very happy and you liked Tokyo so much. 

That's a lie. You've been sad and lonely. 

We had our fiftieth date that spring night. We went to nearby coffee shop and had a relaxing chat. You told me your job application was accepted and I congratulated you for that. I thought you applied for law jobs but you told me that you'd work as cafe singer. You said you felt happy to have such job. 

That's a lie. You wanted to be a concert violinist, not a cafe singer. 

I proposed you that night under the moonlight. I knew my job was not a great job and my salary was average. I knew I still cannot afford you a piano but I promised I'd work hard so I can buy you one. I could only rent a humble flat for that time. I thought you would refuse me but you accepted the proposal and kissed me. Happy tears flowed from our eyes. You said you'd be happy to live with me. 

That's a lie. I know it was not easy for you to sleep on futon.

I was very busy working and often times I came home late. You had to take care of little Tamaki by yourself. I knew you were very tired but I told you that I'd do my best to make more money for us. When little Tamaki cried at night, you'd wake up to console her. When I told you to sleep while I consoled little Tamaki, you refused and insisted on consoling her. "Tappei, you got to sleep. You've been working hard," you said, "I'm fine. I'm really fine"

That's a lie. You were tired so bad. 

You and Tamaki were involved in a traffic accident. You two were crossing the street when that bastard forgot to stop his car. He hit you two and you two were badly injured. I rushed to the hospital to see your condition. I thanked God you two could be saved. You finally opened your eyes and Tamaki opened hers an hour after. I worried about you two and cried--I was afraid of losing you two. You wiped my tears and told me that you were fine and there was nothing to worry. 

That's a lie. Yuuko, you were badly injured. 

On that summer day, Tamaki called me from home that you went unconscious. I rushed to home from my office. You were still unconscious when I came home. Tamaki was sitting next to you while reading her favorite book. I asked her about your condition and she told me that you fainted when you were cooking in the kitchen. Tamaki and I waited for you to open your eyes and finally you opened your eyes for us. We were so relieved when you got your consciousness back. I told you what happened to you and I told you how much I worried about you but you touched my cheek and told me that you were okay. 

That's a lie. I knew it later from the doctor that you were not fine. 

Tamaki was in the fifth grade when you were hospitalized for the first time in your life. I knew you didn't like the smell of hospital and you didn't like your room. It was not so big and you didn't like to stay on your bed. You told me you wanted to go home but I told you that you can't go home while you were in that condition. You denied it, saying that you were fine. You were perfectly fine. 

That's a lie. You got nosebleeds in every single day. 

You looked paler and paler each day and I hated to see those medical devices around you. You could barely talk to me with that mask equipped. You could only touch my hand and write something on the palm of my hand. You told me you were fine, though you had those things equipped to your body. You were losing your hair but you said that was fine because you'd grow it again. 

That's a lie. You always love your hair and you don't want to lose it. 

On that autumn afternoon, you told me that you didn't want to use the mask anymore. I told you that you would need the mask. You insisted on putting off the mask so I asked doctor Hayato about it. He said that your condition was getting better and to some point, the mask became unnecessary for you. Without that mask, you could talk to me and I could even kiss your lip. Tamaki and I were glad to know that your condition was getting better. You said that you were happy to be able to speak again and promised me that you'd recover soon. You promised me that you'd like to grow old with me. 

But you know, my dear Yuuko, that's a lie. I can never grow old with you. 

Thursday, May 22, 2014

Es teh manis = Rp 10.000,-

Kalau bicara tentang makan di restoran, saya termasuk orang yang kritis dalam menilai restoran. Saya memang nggak hobi makan (terutama makanan berat), karena kalau pergi jalan-jalan saya lebih fokus ke tempat nongkrong yang menyediakan kudapan kecil dan minuman (kalaupun makan yang agak berat biasanya side dish semacam kentang goreng dan onion ring). Di akun Foursquare saya ada daftar restoran dan kafe yang pernah saya kunjungi lengkap dengan review singkat yang saya tulis dan di akun Facebook saya ada beberapa note yang saya buat khusus tentang review tempat-tempat makan di kota Bandung yang menurut saya recommended

Interior of "Makan Makan". Photo credit: self collection
Nah, dalam pembuatan review saya fokus pada tiga aspek dari tempat makan yang saya nilai: 1) food (rasa masakan, keunikan menu); 2) place (desain interior dan eksterior tempat, kebersihan tempat, termasuk pelayanan juga yang harusnya dipisah dalam faktor service), dan; 3) price (harga menu). 

Biasanya sih faktor yang agak sensitif untuk dibicarakan tentang tempat makan itu faktor ketiga, harga menu yang ditawarkan. Basically, kita memang seringkali sensitif kalau udah ngomongin tentang duit. Saya rasa kita udah kenal dengan istilah tempat makan "mahasiswa-friendly" dan tempat makan borjuis. Kalau di tempat makan yang mahasiswa-friendly, biasanya menu-menu yang ditawarkan nggak jauh dari menu masakan rumahan, meskipun ada juga menu-menu internasional semacam steik atau pasta. Tempat makan yang mahasiswa banget itu biasanya lokasinya nggak jauh dari kampus-kampus karena memang target pembeli utamanya yaitu mahasiswa yang kuliah atau kos di daerah situ. Sebetulnya sih kalau saya punya istilah khusus untuk tempat makan yang mahasiswa-friendly, yaitu budget-restaurant. Harga yang ditawarkan tempat-tempat makan seperti itu biasanya nggak mahal karena memang menyesuaikan keuangan mahasiswa (apalagi yang nge-kos). Dengan harga yang affordable, tempat-tempat makan semacam itu menyediakan masakan-masakan yang setidaknya memenuhi kriteria masakan edible dan enak. Kalau urusan tempat sendiri bervariasi; ada tempat yang memang nyaman, ada pula yang terlalu berisik. 

Kalau saya sendiri secara pribadi sih makan di budget-restaurant maupun restoran-restoran yang bikin saya harus ngerogoh isi kocek lebih dalam nggak begitu masalah (ya selama ada duit sih, kalau nggak ada duit kepaksa puasa dulu). Yang jadi masalah itu adalah pada saat rasa makanan nggak sesuai sama harganya (dalam konteks negatif). Apalagi kalau tempatnya juga nggak nyaman. Can we just leave now and eat at somewhere else?

Berhadapan dengan harga-harga menu yang nggak masuk akal adalah hal yang nggak saya sukai. Siapa sih yang suka beli menu nasi goreng standar seharga satu kopi di Starbucks? Hanya karena restorannya mewah, interiornya bergaya klasik modern, jendelanya dihias gorden bahan velvet, penerangannya pakai chandelier kristal, ada grand piano, dan pengunjung dilayani oleh seorang maĆ®tre, lantas harga makanan yang sebetulnya rasanya kadang nggak bisa dimengerti dan bisa dibikin sendiri di dapur kosan tiba-tiba melambung naik kayak harga minyak goreng yang lagi mahal-mahalnya sekarang ini. Bahkan beberapa menu ala fastfood dan restoran mewah sekarang diduplikasi di beberapa food court kelas menengah dengan harga yang dibanderol bisa setengah dari harga menu yang sama yang dijual di restoran mewah. Saya suka nggak habis pikir kalau berkunjung ke satu restoran mewah atau makan di restoran hotel dimana sistemnya a la carte dan begitu buka kartu atau buku menu.. Duaarrr!! Rasa-rasanya saya harus puasa satu bulan gara-gara menu lotek (kalau orang Jakarta sih bilangnya gado-gado) dibanderol dengan harga dua puluh lima ribu per porsi. Mau beli minuman, paling murah adanya es teh manis, dan itu bukan es teh manis tapi sweet iced tea dan harganya lima belas ribu segelas. Beberapa nama makanan bahkan sengaja diubah ke dalam bahasa lain biar kelihatannya seolah makanan mewah dikirim langsung resepnya dari Eropa. Padahal mah.. can we just call peanut salad lotek? 

Suatu hari mama saya pergi ke suatu hotel sama ayah saya karena ada pertemuan keluarga (semacam kumpul keluarga, tapi khusus para orang tua aja). Hotel itu lokasinya tepat di jantung kota Bandung dan bangunannya dianggap bersejarah. Kumpul di kafe hotel, mama saya pesan menu teh manis hangat dan mama saya kaget karena satu cangkirnya dibanderol dengan harga dua puluh lima ribu rupiah. Kalau teh dengan infusi, semacam earl grey atau English breakfast, harganya lebih mahal lagi. Mama cerita tentang harga yang kurang ajar itu ke saya dan saya ketawa puas, bilang sama mama saya bahwa dengan duit dua puluh lima ribu, mama saya bisa beli beberapa kotak teh Sariwangi dan minum teh sampe kembung. 

Saya sempat berfikir apa mungkin harga-harga makanan jadi mahal karena nama-nama menunya diubah ke bahasa Inggris ya? 

Oke, mungkin menunya pakai bumbu-bumbu atau rempah-rempah yang harus diimpor karena nggak ada di Indonesia (semisal wasabi untuk menu sushi). Oke, mungkin dagingnya daging impor, makanya harganya mahal. Tapi percayalah bahwa Indonesia adalah negara yang kaya dimana banyak banget bahan-bahan makanan yang diperoleh dari dalam negeri, tanpa harus impor dari luar. Kalau beli produk domestik, harganya kemungkinan lebih murah. Dengan kata lain, bahan baku produk lokal yang kita beli harganya lebih murah dibandingkan bahan baku produk impor. Lha sekarang kenapa harganya bisa melonjak begitu? Saya pikir-pikir lagi, menu escargot kok mirip-mirip aja ya sama masakan tutut, atau scallops yang kalau buat saya sih, masih lebih enak kerang ijo. Chicken cordon bleu yang sekarang ini bisa kita santap dirumah dengan instan karena udah dijual di bawah merk Fiesta. 

Dan ngomong-ngomong tentang makanan yang mahal, saya jadi inget cuplikan dari video dibawah ini, dimana es kampul dibanderol dengan harga tinggi karena namanya diubah jadi "lemon tea"


By the way, itu cuplikan dari film Superman dengan subtitel Boso Jowo yang dijamin bakalan bikin ngakak..

Tuesday, May 20, 2014

Mama saya juara game Onet

Sebetulnya saya harus kerjakan chapter report untuk matakuliah Functional Grammar, tapi apa daya hasrat untuk menulis begitu besar jadi.. Ya, sepuluh menit nulis satu post tidak apa-apa lah ya.. 

Saya terkejut karena rupanya setelah mama saya beli tab baru, mama saya jadi punya pekerjaan sampingan baru: menamatkan game Onet. Untuk pengguna sistem operasi iOS dan Android mungkin sudah nggak asing dengan permainan Onet; itu loh game dimana kita akan disuguhkan puluhan kotak-kotak dengan gambar dan kita harus mencocokkan satu gambar dengan gambar lain yang berdekatan. Kalaupun gambar (contoh, Pikachu) letaknya nggak bersebelahan, pencocokkan masih bisa terjadi selama dua gambar Pikachu itu berada dalam jarak tertentu (semisal tiga garis, atau baca disini buat tau cara mainnya). 

credit: appszoom
Saya sendiri udah tahu permainan ini lebih awal karena beberapa teman saya, termasuk Hyuuga-senpai punya aplikasinya di ponselnya. Kalau urusan main sih, saya bisa dibilang lemot karena ukuran gambarnya yang kecil dan warna-warni yang bikin pusing. Pokoknya yang jelas kalau saya main Onet, saya harus main di Leisure Mode yang nggak pakai batasan waktu. Nah, kasus yang bikin saya kaget adalah waktu mama saya tiba-tiba heboh karena sudah mencapai level tinggi di permainan itu. Dua hal yang bikin saya kaget adalah: 1) mama saya bukan orang yang hobi main game dan, 2) kok bisa sampai level tinggi sih?!


Tab baru
Kesibukan dan tuntutan pekerjaan membuat mama saya akhirnya membeli tab baru yang saya rasa manfaatnya terasa buat mama, karena kalau lagi pergi ke suatu tempat mama saya bisa cek tugas-tugas mahasiswa yang masuk ataupun surel-surel lainnya lewat tab barunya. Mama saya sebetulnya bisa dibilang gaptek kalau sudah ngomongin kecanggihan tab, fitur-fitur, dan semacamnya. But my mom is a fast learner, terutama kalau sudah tentang game pasel. 

Tab baru memberi kesempatan buat mama saya untuk punya beragam game pasel yang bisa mama saya mainkan waktu lagi bosan atau lagi senggang. Biasanya kalau pulang dari kantor, mama saya selalu duduk di sofa depan televisi, dan bukan untuk nonton televisi, tapi untuk numpang duduk main Onet. Entahlah apakah di tab barunya ada juga game semacam Pokopang, Zuma, atau Bounce Out


Ketagihan main Onet
Mama saya jadi ketagihan main Onet! Yang mengerikan adalah barusan mama saya komplain karena kehabisan waktu saat mama saya lagi mencoba menamatkan level 18. Level 18! Kalau saya yang main mungkin level 3 pun udah sesak nafas dan langsung pergi ke optik gegara mata ini dipaksa melototin layar untuk samakan gambar-gambar ukuran mikro. 

Rupanya kesuksesan mama saya dalam main Onet disokong oleh kemampuan adik saya yang selama ini selalu mendampingi mama saya saat menamatkan level Onet. Tapi nampaknya kemampuan adik saya menular ke mama saya sehingga sekarang ini mama saya bisa menamatkan sendiri game Onet tanpa dikasih bantuan oleh adik saya. Bahkan kalau diperjalanan pulang pun di mobil, mama saya nampak santai dengan tab nya dan ketika diintip, pasti sedang nyari-nyari Pikachu dan Charmander di layar tab


Untungnya hanya ketagihan Onet
Nah, ini sisi positifnya. Anggap saja game Onet itu melatih kejelian dan ketangkasan mama saya. Tapi selain itu, puji Tuhan mama saya nggak sampai ketagihan pakai aplikasi lain di tab-nya, semisal jejaring sosial atau permainan lainnya. Puji Tuhan lagi karena mama saya nggak ketagihan pakai tab. Mama saya memang hobi banget main game Onet, tapi nggak sampai terus menerus pakai tab (kecuali untuk baca berita atau cek surel).

Dan yang penting mama saya untungnya nggak seperti mama yang digambarkan di video ini: 


By the way, kece juga mama saya. Sekarang mama saya nggak kalah gahol sama anak-anaknya..

Sunday, May 18, 2014

A lost boy in the toy store

Sometimes I have to deal with situation where I feel different to others just because you like something different--something they don't like, something strange for them. I realize that I find few friends who share similar interests with me. I listen to music my friends don't listen to and unfortunately, I don't listen to music my friends listen to, causing contradiction of musical taste. Furthermore, often times I feel alienated just because I don't know what my friends are talking about--mostly games, music, movies, and hangout spots. I used to interact and share similar interests with people within my small circle or close companions. We talked about similar things because apparently we like the same things--music, movies, games. We basically listened to the same music genres and grew our interest in certain movie genres. However, college life is so different and I find life is a large arena. Meeting new people with different interests and traits is a challenge for me. Unfortunately, it's a bit difficult for me to find people who share similar interests so the challenge is tougher for me. 

I used to stay with my senpai at his flat during lunch break, having lunch together and playing some music. Basically my senpai shares some similar interests with me and it makes me comfortable. Things changed when my senpai's friends visit him and the whole world turns into online games and anime. I'm not an online game player and I'm not a anime-freak which inevitably leads me to alienation. I didn't know what they were talking about. They were facing each other's computer, playing game that I don't recognize. The sad thing is that senpai's friends barely share similar interests with me and I'm not interested in their stuffs--the games, anime, or whatnot. Naturally I'm never involved in their conversation when it is about the game or anime. They would be very enthusiastic on the topic and the conversation lasted long that I didn't know how to start a new conversation in a new topic--any topics besides not games and anime

It's sad for me to realize that I'm such a one-of-a-kind guy in my class, in terms of personal interest. I watch movies my friends don't watch and sometimes it's strange for me to talk about movies they watch. I don't listen to music they listen to so whenever there's a chance for me to perform on piano and requests come from my friends, I have no idea what to play because I don't recognize the song title they mention. Whenever I start humming a song they'd be like "Hey what song are you humming?" and I'd say the title and they'd be like "Well I don't know the song and it sounds strange". I myself can't just accept what comes to my mind, including songs my friends recommend. Back then when I was in the first semester, Adele's Someone Like You boomed and apparently quite a few friends loved the song, but I didn't. I, who didn't like the song, was kind of alienated because they kept playing and singing it and I'd be like "Can we just listen to other music?". I can say that I'm somewhat anti-mainstream. I can't just like what's trending and sometimes I like things that are so long time ago. Speaking of musical taste, I have my own taste which, often times, contradicts other people's. 

credit: Shananigans

It seems like I'm a lost boy in the toy store. You know things are so fancy and glittering in toy store. Robots, fancy Hot Wheels, action figures, Barbie and Ken, Fresno Girl dolly, pink mansion, Play-doh, LEGO bricks.. Those are things children like in common but I feel like I can't find what I like or, rather, what I like is not there--it can be found in somewhere else. Oh, some trending pop music are not interesting for me and I don't watch latest anime updates, as well as reading new manga updates. I play different kind of games. I go to places my friends don't and hey, what's more interesting than having a cup of hot chocolate and listening to some soothing jazzy tunes in a coffee shop while waiting for the rain? 

I see the alienation. 

Friday, May 16, 2014

Mom and her birthday

Setiap tanggal 16 Mei setiap tahunnya, saya selalu dapat beberapa notifikasi setelah pukul 12 malam. Notifikasi yang datang salah satunya adalah reminder bahwa tanggal 16 Mei adalah ulangtahun mama saya, dan notifikasi lainnya adalah pesan singkat dari ayah yang mengingatkan untuk kasih ucapan selamat pada mama, baik lewat pesan singkat ataupun secara langsung. Hal yang serupa terjadi pada tanggal 28 Mei. Bedanya, tengah malam tanggal 28 Mei, saya dapat notifikasi dari reminder ponsel bahwa saya berulangtahun hari itu (bodohnya diriku yang tanggal ulangtahun pun sampai harus dimasukkan dalam reminder). Ada pesan singkat yang masuk dari kakak adik, ayah, ibu, dan beberapa teman dekat yang memberi ucapan selamat ulang tahun. Dan yang terakhir, biasanya notifikasi bahwa baterai ponsel sudah habis; di malam ulang tahun biasanya saya ngobrol semalaman dengan satu atau dua teman dekat saya tentang, kalau nggak tentang game, ya tentang "Gimana besok jadinya? Di PVJ jam 2, 'kan?"

Tapi post ini akan saya dedikasikan untuk mama saya, bukan untuk saya. 


Mamaku realistis
Mama saya bisa dibilang orang yang sangat logis, realistis, sederhana, dan (kalau saya boleh bilang) agak pelit. Mama saya bukan tipe orang yang suka merayakan ulangtahun. Biasanya kalaupun ada tart ulangtahun, yang beli itu ayah (dan ayah yang biasa merencanakan pesta kecil di rumah). Mama saya seringkali berfikir realistis bahwa pesta ulang tahun itu bukanlah obligasi; nggak dirayakan pun nggak akan bikin Firaun joget dubstep. Agak berbeda dengan saya yang pada hari ulangtahun, cenderung ingin 'berbagi' kebahagiaan dengan teman-teman dan keluarga. Kenapa saya kasih tanda kutip? 

It's my birthday and it's party time!!!

*silence*

Now you know why I quote-marked the word berbagi..

Setiap ulangtahunnya, mama saya tidak mengungkapkan terlalu banyak ekspektasi. Entahlah, mungkin di dalam hatinya mama saya pasti punya banyak ekspektasi untuk setahun kedepan. Pasti! Pasti ada! Saya sendiri sebagai anak biasanya di hari ulangtahun mama saya akan kirim pesan singkat, memberi selamat ulangtahun dengan gaya khas komedi. Nggak berapa lama kemudian pesan saya dibalas oleh mama saya seperti ini: 
Tenkyu! Wkwkwkwkwkwkwk!
Mama saya pernah main game online kah? Entahlah, tapi yang jelas mama saya sudah menamatkan game Onet di Samsung Tab yang ia punya. Saya? Oh, jangan ditanya lagi kalau soal game Onet. Main game itu di ponsel senpai saya pun, saya harus main dalam free mode karena otak saya lemot. 


Makan malam
Pesta ulangtahun bagi mama saya tidak harus selalu mewah. Kadang-kadang kami sekeluarga hanya pergi ke satu restoran (yang paling saya suka sih restoran seafood karena bisa pesan satu platter besar calamari yang bisa dihabiskan sendiri) untuk makan malam. Saat makan malam pun tidak ada hal-hal yang sangat spesial; semuanya biasa saja seperti sedang pergi ke restoran pada hari-hari lainnya. Doa? Di dalam hati. Ucapan selamat? Biasanya dari keluarga-keluarga paman atau tante yang datang (karena keluarga inti sudah memberi selamat di malam hari atau di pagi harinya). Kue ulangtahun? Ditinggal saja dirumah. Tiup lilin? 'Kan kue ulangtahunnya saja ditinggalkan di rumah. Sepatah dua patah kata? Mama saya sudah terlalu banyak bicara saat mengajar (mama saya adalah seorang dosen di jurusan psikologi, Universitas Pendidikan Indonesia). 

Kami sekeluarga hanya menikmati momen-momen kebersamaan, berbagi dan bertukar sajian menu yang berbeda, ngobrol tentang hal-hal kasual dan seringkali tidak membahas ulangtahun, dan juga sesi foto (juga selfie). Pesta ulangtahun mama saya nggak terasa seperti pesta ulangtahun. Bahkan saya kadang berfikir mama saya mungkin lupa bahwa hari itu adalah hari ulangtahunnya. 

Atau mungkin mama saya memang orangnya cuek?


2014 = Biasa saja
Ulangtahun mama saya kebetulan berdekatan dengan ulangtahun oma saya (dari garis ayah). Tahun ini, di tanggal 16 Mei ini tidak ada perayaan ulangtahun mama di rumah (yang bikin saya kecewa karena nggak ada makan malam di luar--tidak ada calamari platter *sobs*). Ulangtahun oma saya justru akan dirayakan dan mama berkomentar bahwa pesta ulangtahunnya bisa digabung dengan pesta ulangtahun oma. Alasannya sudah pasti, karena biaya dan juga.. 

My mom doesn't really like parties. 

Bahkan mama saya sering tanya kenapa ulangtahun oma harus dirayakan, sampai besar-besaran segala, mengundang banyak orang dan pesan banyak kue-kue. Mama saya bilang di usia oma yang sudah tua, perayaan ulangtahunnya nggak perlu berlebihan. Saya setuju dengan mama saya, karena idealnya perayaan ulangtahun sayalah yang harusnya diadakan besar-besaran. Mimpi! Saya cuma mimpi karena di pesta besar pun saya pasti akan mingle dengan teman-teman dekat saya; dengan kata lain, percuma saya buat pesta ulangtahun besar-besaran. Toh kalau kue ulangtahunnya rasa vanilla pun saya nggak akan makan karena saya nggak suka vanilla. Saya suka kue ulangtahun rasa coklat. 


Happy birthday, mom!
Sengaja saya nggak mau membuat nuansa sedih dan haru di post ini karena saya sudah nangis sambil peluk mama saya beberapa hari yang lalu (setelah mimpi buruk, mama saya masuk rumah sakit). Yang jelas di ulangtahun mama saya yang ke.. Ke berapa ya? Astaga, saya sendiri bahkan nggak tahu berapa umur mama saya! 

Ya, intinya di ulangtahun mama saya di tahun 2014 ini sih saya nggak mau menaruh banyak ekspektasi dari mama. Yang saya inginkan adalah mama saya tetap jadi sosok ibu yang baik hati, pengertian, dikurangi galaknya (baik kepada anak maupun mahasiswa), lebih sabar menghadapi saya yang sering begadang dan pulang malam ini, lebih heboh saat menemukan produk sabun kecantikan yang bisa bikin kulit jadi cling seketika, dan.. Ya, pokoknya sih doa saya untuk mama saya adalah yang baik-baik dan yang terbaik. Lebih jarang lagi terserang penyakit karena kalau mama saya sudah sakit, saya biasanya susah tidur dan kadang-kadang nangis saat sebelum tidur. It's sad to see your mom being ill. Semoga di tahun 2014 ini mama saya tetap jadi mama gaul yang saat kirim pesan dengan anaknya, selalu up-to-date dengan bahasa-bahasa terkini termasuk singkatan-singkatannya. Semoga mama saya tidak buat akun Twitter di tahun 2014 ini. Semoga mama saya akhirnya luluh untuk mendaftarkan saya di kursus bahasa Mandarin. Saya dapat darah Tionghoa dari mama saya tapi saya nggak bisa bahasa Mandarin (kasusnya sama seperti si Tanu dan koh Acong). Kami jadi seperti panda; tinggal di Cina tapi nggak bisa bahasa Cina. 

Foto saya waktu masih bayi, entah berapa bulan umurnya

Zhu ni shengri kuai le, wo mama ^^ wo ai ni!


"Sederhana saja. Itu saja kok.."

Sebelumnya, boleh klik dulu play untuk menemani baca :)



Beberapa hari yang lalu saya pergi makan siang dengan tiga orang teman saya ke sebuah pusat jajanan di dekat kampus. Sambil menunggu pesanan makanan datang, kami mengobrol tentang urusan cinta. Cukup lama ngobrol, salah satu teman saya bilang sesuatu (yang akhirnya saya setujui dan tambahkan) tentang menyukai seseorang. Kurang lebih seperti ini: 
Yang penting sebenernya aku udah jujur sama dia. Mengungkapkan perasaan apa salahnya toh? Namanya juga perasaan, nggak ada salahnya kalau diungkapkan jadi satu kejujuran, daripada dipendam terus malah bikin gamang sampai nggak bisa tidur. Aku sendiri nggak mau banyak berharap. Bisa jujur tentang perasaan aja udah bikin aku lega. Aku nggak akan maksa dia untuk suka balik, karena tujuan utamanya itu kejujuran perasaan. Dia biarin aku suka sama dia pun udah bikin aku lega. Itu artinya aku bisa suka sama dia tanpa dia harus merasa terganggu. Toh selama ini pun aku nggak pernah ancam dia atau bikin dia merasa terancam. Setelah aku jujur tentang perasaanku pun semuanya biasa-biasa aja. Kita nggak jadian, karena aku nggak nembak. Semuanya biasa-biasa aja. Aku suka sama dia; itu keputusan aku untuk suka sama dia. Walaupun orang bilang ini itu, tapi aku tetap dengan keputusan aku karena suka sama dia itu adalah keputusan yang aku bikin, bukan yang orang lain tentukan buat aku. 
Di saat yang sama, pada saat itu, saya jadi ingat satu episode anime yang pernah saya tonton. Judul animenya Hataraku Maou-sama! (The Devil is a Part-Timer!). Di episode ke-delapan yang saya tonton, karakter Chiho-chan (yang nggemesinnya minta ampun) jujur tentang perasaan sukanya kepada Maou, yang di dunia nyata bekerja sebagai pekerja paruh waktu di MgRonald's (fastfood fiksional terinspirasi dari McDonald's). Sebenarnya, si Maou itu adalah raja iblis, yang pas masuk dunia nyata berubah jadi manusia biasa (sebetulnya dia punya kekuatan super juga) yang masih keukeuh ingin menguasai dunia, tapi lewat MgRonald's. In a simple way: Jadi mega-boss dari MgRonald's. Si tokoh Chiho ini jujur begitu aja tentang perasaannya meskipun dia tahu Emilia Justina (musuh Maou yang di dunia nyata kerja jadi operator dan hidup dengan nama Yusa Emi) banyak kasih tahu Chiho tentang siapa Maou sebenarnya. Dan konyolnya lagi, si Maou ini nampak kikuk dan nggak sensitif terhadap perasaan suka Chiho yang seringkali ditunjukkan secara eksplisit (buat para cewe mungkin bagusnya hindari tipe cowo nggak sensitif seperti si Maou kalau nggak mau banyak marah-marah tiap hari karena kodenya nggak kebaca). 

Tapi Chiho nggak peduli dengan semua itu. 


Misi utama Chiho adalah kasih tahu Maou bahwa dia suka sama Maou. Dia nggak peduli orang lain bicara apa tentang Maou karena menurut Chiho, menyukai Maou adalah keputusannya sendiri. Dari sub yang saya dapat (credit to tuwitsub), kurang lebih begini ya yang Chiho bilang ke Maou: 
Yah, bohong kalau mengatakan aku tidak kepikiran sama sekali (setelah Maou tanya apa Chiho selama ini nggak kepikiran tentang identitas Maou yang sebenernya sebagai raja iblis). Aku sering bertukar pesan singkat dengan Yusa, jadi aku sedikit tahu apa yang Maou lakukan disana (di Ente Island). Tapi saat aku mengetahuinya, aku sudah terlanjur jatuh cinta dengan Maou. Jangan membuat ekspresi seperti itu (balasan ke  Maou yang kaget setelah Chiho bilang seperti itu). Bagaimana bisa kamu menguasai dunia dengan muka seperti itu? Yusa berusaha untuk menghentikanku, tentu saja. Dia bilang aku akan menyesal kalau menyukai Maou. Tapi aku menyukai Maou atas kemauanku sendiri. Karena itu aku sendirilah yang memutuskan apakah aku menyukai Maou atau tidak. Tidak masalah bagiku apabila Maou hanya menganggapku seorang rekan kerja. Aku akan tetap mencintai Maou, apapun yang terjadi.
Pernah nggak kita suka atau sayang sama seseorang dengan cara seperti itu? Maksud saya, kita nggak peduli apakah yang disukai akan suka balik atau nggak, yang penting kita sayang. Orang yang kita sayang membiarkan kita sayang sama dia pun sudah cukup. Entahlah. Saya memang dalam prakteknya bukan orang yang romantis. Mungkin romantis, tapi secara verbal dan lebih dalam bentuk tulisan, bukan lisan. Hadapkan saya pada situasi romansa one-on-one, dan saya pasti pusing harus bilang apa untuk menunjukkan rasa sayang. Saya pernah suka sama seseorang dan saya nggak tahu alasannya kenapa. Saya tahu orang itu (kebetulan dia bisa dibilang ratunya sekolah) akan susah buat saya dapatkan, tapi pada saat saya jujur tentang perasaan dan dia bilang dia nggak keberatan kalau saya suka sama dia, semua beban saya hilang. Saya suka sama dia, tapi dia biasa aja sama saya. It's fine. Pacaran bukan tujuan utama saya. Diizinkan dan punya kesempatan untuk bisa menyukai dan menyayangi orang yang kita sayangi, saya rasa itulah tujuan utamanya. 

Terkadang mencintai seseorang itu sederhana. Nggak perlu repot. Hubungan dua tahun antara saya dan ex saya dijalani apa adanya. Nggak neko-neko. Kami jarang keluar bareng untuk makan siang bareng, apalagi sampai adakan candlelight dinner. Kirim pesan singkat pun seperlunya. Benar-benar hubungan yang, untuk beberapa orang, nanggung dan aneh. Tapi kami, yang menjalaninya, merasa semuanya sangat normal. Sangat normal. Dalam pacaran, tujuan utama kami bukan seberapa sering kami jalan-jalan keluar bareng, atau seberapa banyak twit rasa sayang yang dikirim ke linimasa agar dunia bisa tahu, atau seberapa banyak foto-foto pasangan yang ditaruh di ponsel. Kami saling percaya satu sama lain. Kami saling menjaga diri dan menjaga hati. Dia nggak banyak naruh ekspektasi pada saya, dan begitupula saya. Tapi kami saling sayang. Dia mengizinkan saya untuk sayang sama dia, dan begitupula saya. Kami saling menyayangi dengan cara masing-masing, dengan cara yang mungkin orang anggap aneh (yang kemudian dianggap sebagai deviasi oleh orang yang selama ini berpacaran dalam lingkaran kencan, makan malam, dan sebagainya). Tujuan kami sudah tercapai. Kami bisa saling menyayangi satu sama lain, dengan cara kami sendiri. Beres. 


Bahkan sampai sekarang pun saya bisa bilang saya masih sayang sama dia, tentunya dengan cara saya sendiri, dalam konteks yang berbeda (persahabatan), dan dengan batasan-batasan yang ada (karena kami sudah nggak pacaran lagi). Saya sayang sama dia, dan saya nggak peduli apakah dia masih sayang sebanyak saya sayang sama dia atau nggak. Itu keputusan saya. 

"Tidak masalah bagiku apabila Maou hanya menganggapku seorang rekan kerja. Aku akan tetap mencintai Maou, apapun yang terjadi"
- Sasaki Chiho from The Devil is a Part-Timer!

Samantha Puckett vs Savannah Westcott

Okay, this is gonna be random but this is what is running on my mind right now. Jennette Mccurdy is one of my favorite country singers (do I have any other favorite country singers? 'cuz I'm not really into country music actually). Moreover, she's Sam Puckett, Cat Valentine's roommate on Nickelodeon's Sam & Cat and I love both the girls. Mccurdy is so wonderful. She's good at both acting and singing and that should be one of the reasons why I like her. 

Mccurdy starred some films, as well as TV shows. I'm a big fan of Sam & Cat, starring Mccurdy as Sam Puckett and Ariana Grande-Butera as Cat Valentine. The girls have distinct stereotypes which make the two roommates so unique. You might think that Sam's boyish style might clash with Cat's girly style but the fact is that.. well, both girls compliment each other and sometimes I think they're just like a married couple, with Sam playing role as the husband..

Credit: Sam and Cat wikia
credit: Sam and Cat wikia
credit: Nickelodeon wikia

In 2013, she played Savannah Westcott in Nickelodeon's Swindle. Her role as Savannah "The Actress" in Swindle really blows my mind because Savannah is so not Sam (and definitely, Sam is so not Savannah). I can't tell that Savannah is similar Sam Puckett's twin sister Melanie Puckett either because Savannah is so different to either Sam or Melanie. Mccurdy looks more girly, I mean, more feminine as Savannah (well, Melanie is girly, too). Savannah is an actress who plays in several school plays and she can play a number of different roles, from news reporter to nun. 

credit: Mccurdian
credit: Nickelodeon
credit: fanpop
credit: teenidols4you

I can't decide who is better, Savannah Westcott or Sam Puckett because both are so awesome! But, hey! Notice the last picture of Savannah Westcott.. 

Sam, and Gibby? 

Okay, probably they are actually meant to be together LOL