Pages

Wednesday, July 1, 2015

Being grown up does not mean not having fun

Being grown up does not mean not having fun.

Sederhana, tapi ngena. Kadang-kadang kita terlalu sibuk mikirin gimana caranya supaya kita bisa dianggap dewasa, atau setidaknya, nampak dewasa di depan orang-orang banyak. Kadang kita mencoba menjadi dewasa dengan meninggalkan berbagai hal yang kita sukai--yang membuat kita bahagia. Saya nonton video dari Buzzfeed Violet dan it sums up everything. Untuk menjadi dewasa kita nggak bisa bersenang-senang. Loh, kenapa kayak gitu?


Masih ada orang yang mengaitkan kedewasaan dengan umur. Buat saya secara pribadi, menjadi dewasa dan menjadi tua itu dua hal yang berbeda. There's a fine line between growing old and growing up. Growing old is like you are aging over time, while growing up is like being mature. Bertambah tua itu lebih ke arah fisik, sementara bertambah dewasa itu lebih ke arah mental. Am I correct? Betulkan aja deh kalau salah, toh nggak ada orang yang sempurna. 

Ya setidaknya buat saya sih seperti itu. 

Saya masih ingat dulu ibu saya pernah ngomel karena saya sering main ke arcade. Kata ibu saya, di umur saya yang udah masuk kepala dua, saya nggak seharusnya masih main ke arcade. "Do something people my age do," my mom said. Bukannya nurut, saya malah kesal dan bingung. Kesal, karena saya merasa bahwa apa yang saya lakukan menjadi kebahagiaan buat saya DAN tidak mengganggu kebahagiaan orang lain. Bingung, karena saya nggak tahu standar kegiatan yang harus dilakukan oleh orang-orang berusia 20 tahun itu seperti apa. Sejauh ini saya menjalani hidup layaknya orang-orang lain: makan, minum, tidur, buang air, dan lain-lain. Apa setelah melakukan itu saya masih belum dianggap melakukan sesuatu yang people my age do? Kejadian seperti ini juga nggak hanya terjadi sekali. Dulu di semester satu, ada teman kuliah saya yang berfikir bahwa main ke arcade itu adalah hal yang way too childish dilakukan oleh anak kuliahan. Does going to arcade and playing some games make you childish? 

Jaman SMP dulu ada seorang teman sekelas yang, pada saat tahu bahwa saya dan sahabat-sahabat saya suka main ke arcade, bilang bahwa kami belum dewasa. Plus, karena saya main Pump It Up, he told me to play games boys play

Jadi itu artinya kalau anak laki-laki main Pump It Up, dia nggak laki? Coba pelorotin aja celananya. Kalau dia punya penis, berarti dia masih laki-laki. Kenapa orang harus didikte untuk memilih permainan yang dia inginkan? Apa karena ada anak laki-laki, semisal, main Barbie satu kali, dia lantas jadi perempuan? Apa karena ada anak perempuan yang hobinya panjat tebing dia lantas jadi laki-laki? Laki-laki, walaupun main masak-masakan, tetap masih punya kemungkinan bikin perempuan hamil. Dan perempuan, walaupun main tinju, tetap masih punya kemungkinan hamil. If a girl plays Beyblade and it makes her happy, so why bother yourself dictating her to do what she got to play?

Beberapa orang terlalu senang mendikte orang lain, menentukan kebahagiaan apa yang orang lain harus dapatkan dan menentukan apa yang harus orang lain lakukan. Who the fuck are you? Mungkin terkadang kita juga begitu. Kita terlalu sibuk ngurusin orang lain, menentukan orang lain harus bahagia dengan cara yang sesuai dengan yang kita pikirkan. Ada sebagian orang yang bahagia saat baca novel kesukaannya. Ada yang bahagia saat nonton kartun kesukaannya. Ada yang bahagia saat main musik. Masing-masing orang punya caranya masing-masing untuk bahagia. Sekali lagi, seperti kata Shim Ha Na di The Queen's Classroom, happiness is not something which is set in a stone. Apa yang menurut kita bahagia, mungkin orang lain biasa saja. Begitu juga sebaliknya. Kebahagiaan itu relatif dan manusia itu berbeda-beda. Kenapa kebahagiaan mesti dibuat absolut? Buat teman saya, makan sushi itu jadi kebahagiaan tersendiri buat dia. Lalu, apa lantas saya juga harus makan sushi supaya saya bisa bahagia? Kalau saya bisa bahagia dengan makan kentang goreng McDonald's ukuran reguler, ya kenapa nggak dilakukan? 

Seorang teman me-repath sebuah post di akun Path-nya. Katanya, "Do whatever floats your boat, as long as it doesn't sink mine." Cerdas! Kita bisa melakukan apapun yang membuat kita bahagia SELAMA hal itu nggak mengganggu hak dan kebahagiaan orang lain dan nggak melanggar hukum dan norma-norma yang ada. Memangnya kalau saya main ke arcade, saya bikin kelaparan besar? Nggak, kan? Saat ada yang nggak suka melihat kita bahagia, masalahnya ada di orang itu. Dia yang bermasalah. Dia yang nggak suka melihat kita bahagia ATAU dia yang berpikiran sempit karena setiap orang harus melakukan segala sesuatunya sesuai dengan standar dia. 

Ini jadi lebih banyak membicarakan tentang kebahagiaan daripada growing up-nya. 

Oke kita kembali ke growing up. Main ke arcade, berenang, main Beyblade, main gundu, atau apapun lah nggak lantas bikin orang tidak dewasa. Kalau menjadi dewasa itu artinya having no fun, saya sih nggak mau deh menjadi dewasa. Hidup bakalan sangat membosankan. Kalau menjadi dewasa artinya selalu serius, menanggapi semua dengan serius, menutup kemungkinan-kemungkinan yang ada, menolak masukkan dari orang... rasanya membosankan buat jadi orang dewasa. BUT HEY! Being grown up does not mean not having fun, and you can do anything you want to have some fun, as long as it's not against other people's rights! 

Jadi intinya apa? 

Berhenti mendikte orang. Jangan ngatur-ngatur orang dan mencekoki dengan ide bahwa "Kalau mau hidup bahagia itu kamu harus kerjanya blablabla" atau "Hidup yang bahagia itu kalau kamu bisa menghasilkan blablabla." Ada textual evidence-nya nggak itu? Itu hasil riset mana? Menjadi dewasa itu proses yang berjalan seumur hidup. Kita semua pasti punya sisi kekanak-kanakan dalam diri kita (don't you dare say no!). Tapi kalau kamu berfikir bahwa menjadi dewasa itu artinya nggak bisa bersenang-senang dan mendapatkan kebahagiaan, coba mandi dan cuci muka dulu deh biar seger.

6 comments:

  1. Postsnya benar-benar menarik.
    Anyway, I'm curious, have you ever heard 'MBTI Test'? Sudah pernah dicoba testnya? It's a kind of personality test.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Halo, Mice!

      Terima kasih sudah membaca post saya. Yes, I have heard and, even, taken one. I'm a INFJ.. and the only INFJ among my best friends :)

      Delete
  2. My pleasure!
    Thanks for telling me the result. Wow, INFJ, tipe paling langka di dunia.
    I'm INFP by the way lol.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hello, INFP!
      Berarti hanya beda di aspek terakhir saja hehe >_<

      Delete
    2. Haha, iya. Salam kenal ya! ^^
      Ditunggu post-post selanjutnya! ^^

      Delete
    3. Sama-sama :) salam kenal juga
      Terima kasih sudah mampir

      Delete