Pages

Thursday, September 11, 2014

[Review] Gerobak Kopi Jenggo

Kesukaan saya terhadap minuman coklat telah mengenalkan saya pada budaya ngopi, meskipun secara logika harusnya disebut sebagai nyoklat, instead of ngopi. Naluri saya sebagai penggila coklat (dan minuman kopi) membawa saya ke kedai-kedai kopi dimana minuman coklat disediakan (memang saya kadang pesan menu minuman kopi juga sih). Saya pun terbiasa untuk datang ke kedai kopi, memesan minuman, lalu diam disana menikmati minuman saya sambil mendengarkan musik, baca buku, atau ikut berselancar di dunia maya cari-cari informasi ini itu. 

Terkadang keinginan untuk ngopi ini datangnya tiba-tiba. Yang paling repot itu saat saya sedang berada cukup jauh dari kedai kopi dan tiba-tiba saya ingin kopi. Saya nggak suka membuat kopi sendiri di rumah, kecuali minuman coklat. Tapi kadang-kadang ada rasa malas untuk meracik sendiri minuman coklat, meskipun bahan-bahannya ada dan bisa saya bilang lengkap. Saya punya stok coklat bubuk, brown sugar, krimer, bubuk jahe, sampai batang kayumanis. Sayangnya, mood meracik ini tidak selalu ada. Kemarin-kemarin ini memang saya sempat rajin sekali meracik minuman coklat, sampai-sampai bisa saya bilang setiap hari saya bikin minuman coklat. Namun entah kenapa setelah beres program KKN dan mulai kembali kuliah, saya mulai malas meracik sendiri minuman coklat. Bawaannya ingin 'dibikinin'. 

*dan itu bukan kode*

#happysingle

Kesukaan saya akan jalan-jalan juga mengenalkan saya pada tempat-tempat (khususnya kedai kopi) baru. Saya mulai tahu ada kafe ini, kafe itu, atau tempat-tempat semacamnya yang sebelumnya belum pernah saya kunjungi. Rasa penasaran saya mendorong saya untuk datang ke tempat-tempat tersebut dan mencicipi minuman yang ditawarkan, khususnya minuman coklat dan kopi. Puji Tuhan saya nemu beberapa kedai kopi dengan beberapa aspek yang sesuai dengan kriteria tongkrongan favorit ala saya (aspeknya antara lain rasa, tempat, dan harga--khususnya harga). Ya maklum lah.. Dengan status sebagai mahasiswa dan belum punya pekerjaan tetap, suka sensitif cyiin kalo ngomongin duit.. 

Di tengah kebingungan dan kefrustrasian akan memenuhi hasrat ngopi yang terhalang kondisi 'labil ekonomi' (seperti kata si Vicky '21 My Age'), Tuhan mengulurkan tangannya, memapah saya menuju tempat-tempat yang menawarkan minuman kopi (dan coklat) dengan harga yang terjangkau. Salah satu dari tempat-tempat 'heavenly' yang Tuhan tunjukkan pada saya adalah Gerobak Kopi Jenggo


Gara-gara mama beli seblak
Awal perkenalan saya dengan Gerobak Kopi Jenggo ini bisa dibilang unik. Saya nggak tahu menahu tentang Jenggo dari koran ataupun media sebelumnya. Dan meskipun saya punya beberapa teman yang hobi ngopi (dan lebih expert dalam urusan perkopian, termasuk fotokopi silabus), mereka nggak pernah cerita tentang kopi Jenggo (atau mungkin saya aja yang nggak pernah nanya-nanya ke mereka). Suatu hari ceritanya saya sekeluarga mau berkunjung ke rumah tante di Cipageran. Melewati kompleks jajanan Pemkot Cimahi, tiba-tiba mama saya minta supaya kami berhenti sejenak. Rupanya si mama mau beli seblak sebagai cemilan nanti saat tiba di rumah tante. Sambil menunggu mama saya beli seblak, mata saya menangkap sosok gerobak Jenggo yang unik (karena di kiri kanannya kagak ada gerobak kayak begitu). Dan saat melihat tulisan 'Gerobak Kopi Jenggo', saya terpanggil untuk datang dan beli satu menu minuman. 

And that was the first time I met Jenggo

Saya pesan menu Es Coklat Chai, menu minuman coklat dingin yang dipadukan dengan teh melati. Di menu card, setiap menu diberi caption tentang deskripsi menu tersebut. Penasaran dengan perpaduan antara ice chocolate dengan teh melati, saya pun pesan minuman itu. Sebagai penggemar minuman coklat yang sudah bertahun-tahun bergulat dengan dunia minuman coklat, pada pertemuan pertama saya dengan Jenggo, saya bisa menilai menu Es Coklat Chai itu.. well.. 8 out of 10. Or let's say.. 4 out of 5

Ya. 4 dari 5. Skor saya buat Es Coklat Chai, and good impression does long-last. Semenjak itu saya jadi tahu bahwa di daerah Pemkot Cimahi ada Gerobak Kopi Jenggo, and I fell in love with Es Coklat Chai. 


Tinggal 'nyikreuh'
Gerobak Kopi Jenggo ini sudah buka cabang dimana-mana, bahkan di Garut dan Cirebon pun ada. Untuk di Bandung sendiri cabang Jenggo ada di Gatsu, Maranatha, Cicalengka, dan ada lagi yang saya lupa-lupa inget tempatnya (DU juga ada ya kalo gak salah?). Buat yang kuliah di UNPAD Jatinangor pun bisa ikutan #angkatcangkir di Jenggo Nangor. Di Cimahi pun ada dan kalau untuk saat ini--the moment this post is published--lokasinya ada di Jl. Cihanjuang, di pusat jajanan yang ada di dekat Masjid Besar Cimahi Utara, dekat dengan gerbang komplek Nata Endah. 

Kok yang cabang Cimahi pindah? Bukannya di Pemkot? 

Yap, sudah pindah. Awalnya saya dan mas Ezar--kakak saya--kaget waktu datang ke Pemkot dan tiba-tiba gerobak Jenggo sudah nggak ada di tempat yang semestinya. Where has it gone? Dan kami berdua pun merasa kehilangan.. 

Sampai akhirnya saya berangkat les piano dan melihat Jenggo sudah nangkring di lokasi barunya. 

That's awesome! Lokasi barunya sangat dekat dengan kompleks tempat saya tinggal. Dengan kata lain, saya nggak perlu pakai motor untuk main ke Jenggo. Cukup jalan kaki sedikit--nyikreuh kalau kata orang Sunda--dan saya pun bisa menikmati segelas Es Coklat Chai kesukaan saya.


Kopi dan Kisah
Gerobak Kopi Jenggo menawarkan pilihan menu yang cukup beragam, dengan andalan menu minuman berbahan dasar kopi. Ada juga menu minuman coklat dan teh, baik disajikan panas maupun dingin. Pengunjung yang datang bisa memilih untuk duduk di bar, di depan gerobak dengan counter berkursi yang memungkinkan pengunjung untuk menikmati minuman sambil melihat barista menyiapkan kopinya--seperti di warung-warung kopi. Ada juga beberapa meja kursi untuk pengunjung sebagai antisipasi kalau-kalau mini barnya penuh.

Pilihan menu dengan nama yang Indonesia banget dan bahan baku yang menggunakan produk-produk lokal menjadi poin plus buat Jenggo. Di saat orang-orang merasa bangga ketika membeli produk-produk yang luar negeri banget (termasuk mengunjungi kedai kopi keluaran US seperti SB), Jenggo justru dengan bangga menjelaskan di caption menu bahwa mereka menggunakan bahan baku lokal. Hal ini juga bagus karena bisa mendukung usaha lokal untuk bahan-bahan baku yang digunakan, semisal gula, atau coklat bubuk. Untuk rasa, Jenggo pantas untuk dilirik. Bahan baku dengan kualitas baik dan proses pembuatan yang bukan-seperti-nyeduh-kopi-instan-di-rumah tentunya menghasilkan minuman kopi yang punya citarasa baik. Dan dengan kualitas minuman yang baik, pengunjung tidak perlu merogoh kocek dalam-dalam. Dengan harga di kisaran 3 ribu sampai 10 ribu rupiah saja, pengunjung bisa menikmati secangkir kopi, sambil ngobrol bersama teman-teman, atau sekedar menikmati suasana malam.


Barista yang ramah serta pilihan musik yang dimainkan (biasanya di kisaran musik-musik yang nyaman didengar seperti classic rock, jazz, bahkan akustik) akan memanjakan pengunjung Jenggo. Dan untuk kasus saya, mengejutkan karena para barista yang bekerja di Jenggo Cimahi rupanya masih mengingat saya sebagai 'yang dulu pernah datang sama kakak dan teman-temannya waktu Jenggo masih di Pemkot'. Pemandangan yang umum ditemukan di Jenggo adalah Jenggoer--sebutan untuk regular customer Jenggo--yang asyik ngobrol dengan barista, sambil ketawa dan bercanda. Dan meskipun bukan regular customer, pelanggan tetap bisa merasakan atmosfer ramah di Jenggo. Saya secara pribadi pada suatu malam pernah ngobrol dengan barista Jenggo dan seorang Jenggoer, dan saya bilang bahwa Jenggo is a place where people can meet, sip some coffee, and laugh together, though they have never met each other before. Ya. Sangat menyenangkan saat saya pulang les piano dan singgah sejenak di Jenggo, memesan minuman favorit saya, dan bisa mengobrol dan tertawa bersama pengunjung yang lain, meskipun saya nggak pernah mengenal mereka sebelumnya.

Such a friendliness I can't find at major high-end coffee shops in the city.


Dengan seating area yang memungkinkan pengunjung lainnya untuk bisa berinteraksi satu sama lain, Jenggo jadi semacam forum berteman bagi siapa saja--tidak hanya bagi penikmat kopi. Mungkin ada yang tidak terbiasa dengan suasana ngopi ditemani dengan asap rokok, tapi untuk saya sih tidak begitu jadi masalah selama ekspos ke asap rokoknya tidak dalam intensitas yang sangat besar. Dua malam terakhir ini saya datang ke Jenggo dan menikmati malam saya disana. Bersama seorang sahabat, saya datang ke Jenggo tidak hanya untuk bertemu, tapi juga diskusi, baik tentang dunia perkuliahan maupun dunia sastra. And you know it's always fancy to talk and discuss lots of things with your friends over nice coffee. Dengan atmosfer santai yang ditawarkan Jenggo, ritual ngopi sambil ngobrol dan diskusi pun terasa lebih menyenangkan. Still it's kind of surprising for me that I spent less than 2 bucks for two glass of iced chocolate--special iced chocolate, as I used to spend 5 bucks for a glass of iced chocolate--with hazelnut syrup added, tall glass size. And as I realize that Jenggo offers coffee for everyone, why, yes it does. Everyone can drink coffee and everyone deserves nice coffee--with affordable price. Jenggo enables people to sip some coffee with affordable price in such a friendly atmosphere. 

Maaf. Terlalu banyak code-switching saya rasa. Di antara alunan musik cadas klasik dan semilir angin malam, terselip obrolan-obrolan hangat bersahabat, dan aroma kopi yang kuat, dan kepulan tipis asap rokok dengan aromanya yang khas. That's what Jenggo offers; that's what Jenggo has--something which SB or CB doesn't have. Jenggo ini bukan tentang apa yang kamu bawa dan apa yang kamu kenakan. It's neither about what car you own nor what cellphone you have; it's about how people befriend each other, maintaining good relationship through nice talk over coffee. 

Semakin kesini, kok saya jadi lebih puitis ya? Ah, sudahlah.


More information on Jenggo
Gerobak Kopi Jenggo ini buka dari mulai pukul 5 sore sampai pukul 12 malam. Menu-menunya berada di kisaran harga tiga ribu rupiah sampai 10 ribu rupiah. Intinya sih it won't cost you more than 3 bucks kalau ngopi berdua. Untuk rekomendasi menu, kalau menu kopi saya rekomendasikan Es Cokocindo, menu espresso dengan coklat dan susu yang disajikan dingin. Kalau menu coklat, saya rekomendasikan Es Coklat Chai, paduan coklat, susu, dan teh yang disajikan dingin.

Untuk informasi lebih lanjut tentang Gerobak Kopi Jenggo, silahkan cek linismasa Twitternya di @GerobakJenggo

Kita mungkin sering mendengar frase 'secangkir kisah', dan percayalah, frase itu benar-benar ada. Karena secangkir kopi bukan hanya tentang menikmati minuman panas, tapi juga tentang bertemu dan berkumpul dengan orang-orang terdekat dan berbagi kisah.

Mari kita #AngkatCangkir !

9 comments:

  1. Gak bisa gak baca tulisan ini sampai akhir. Dan parahnya gak tau mau komen apa. Speechless. But I love the way you write it. It feels like youre close enough to your sentences. Mari #AngkatCangkir, btw :))

    ReplyDelete
    Replies
    1. Thanks for reading my blog article anyway :) kakak pasti Jenggoer juga ya? Hehehe. Mari #AngkatCangkir dan nikmati #SeduhanTerbaik !

      Delete
  2. Oh shit. Im younger than your age deh kayaknya. Eh jenggoer? Bukan sih, tapi salahsatu pecinta kopi hehehe

    ReplyDelete
    Replies
    1. Well kalau ngomongin umur sih kayaknya I gotta put my hands up deh hehe. Oh, pecinta kopi toh. Sudah pernah ke Java Preanger kah?

      Delete
  3. Belum nih. hehehehe
    Salam kenal btw.

    Justblablablabla.blogspot.com
    Eh promosi ceritanya. Wkwkwk

    ReplyDelete
    Replies
    1. iya sama2
      salam kenal juga

      boleh deh di-follow blog nya hehe

      Delete
  4. Keren tulisan nya mas. kyak baca blog orang cerdas, bnyak bhs inggris nya hehe.
    Bdw, template blog nya edit sendiri atau download mas klaus?

    ReplyDelete
    Replies
    1. Halo, Reyhan!

      Terima kasih sudah membaca artikel ini ya ^^ untuk template, saya pakai yang sudah ada, tapi dikustomisasi lagi. Background-nya saya tambahkan sendiri, dan penggunaan jenis font dan penambahan link diatur ulang lagi :)

      Delete