Semenjak memiliki laptop baru, saya belum sempat memindahkan semua data di komputer lama saya. Maklum lah, sekalinya menyalakan laptop biasanya saya langsung berkutat dengan skripsi atau kerjaan. Lagipula, data saya di komputer lama ada banyak dan saya agak malas untuk menunggu proses pemindahan data. Walhasil, saya harus cukup puas dengan koleksi lagu yang seadanya di laptop baru.
Tapi saya bukan mau bercerita tentang laptop baru saya.
Berhubung perpustakaan lagu di laptop saya belum lengkap, saya mulai melengkapinya dengan mengunduh atau membeli lagu-lagu. Salah satu koleksi yang saya unduh adalah koleksi lagu-lagu Belanda lawas yang dinyanyikan oleh Wieteke van Dort, seorang aktris, komedian, dan penyanyi Belanda yang dilahirkan di Indonesia. Wieteke van Dort sebelumnya tinggal di Indonesia, tapi terpaksa kembali ke kampung halamannya, Belanda, saat perjuangan bangsa Indonesia membuahkan hasil dan berbagai aset Belanda yang ada di Indonesia berhasil jatuh ke tangan bangsa Indonesia, termasuk rumah milik keluarga Wieteke van Dort saat itu.
Di Belanda sendiri, Wieteke van Dort pernah menjadi host sebuah acara televisi yang cukup terkenal di tahun 1960-an, The Late Late Lien Show. Dalam acara itu, Wieteke van Dort berperan menjadi karakter tante Lien, seorang Indo (keturunan Belanda-Indonesia) yang sering mengadakan koempoelan dengan teman-temannya di rumahnya.
Bicara tentang acaranya, saya kagum dengan konsep acara tersebut dan cara Wieteke (mulai sekarang, saya akan memanggilnya tante Lien saja) membawakan acara. Dengan logat Indo yang kentara, reality show ini dibawakan dalam konsep koempoelan, sehingga penonton yang datang ke studio ikut 'berdrama' menjadi tamu koempoelan tante Lien. Rumah tante Lien cukup besar, dengan ruang kumpul yang dilengkapi kursi ottoman besar dengan pohon palem di tengahnya, area yang cukup luas untuk band keroncong, taman belakang yang terkadang digunakan untuk bintang tamu yang tampil, dan, tentu saja, kursi rotan milik tante Lien. Tante Lien tidak sendirian dalam membawakan acara ini. Ia ditemani oleh tante Toeti, kakaknya, dan The Sate Babi Boys, band keroncong yang setia mengiringi tante Lien saat ia mulai bernyanyi.
Setelah ngubek-ngubek Google dan iTunes, akhirnya saya menemukan album kumpulan lagu-lagu yang dibawakan oleh tante Lien. Dalam album 25 Jaar Als Tante Lien, ada 36 lagu-lagu lawas yang dibawakan oleh tante Lien alias Wieteke van Dort. Beberapa lagu dibawakan dalam bahasa Belanda, tapi ada juga lagu-lagu yang dibawakan dalam bahasa Indo-Melayu. Selain itu, ada beberapa lagu yang dibawakan secara dwi-bahasa.
Bicara tentang acaranya, saya kagum dengan konsep acara tersebut dan cara Wieteke (mulai sekarang, saya akan memanggilnya tante Lien saja) membawakan acara. Dengan logat Indo yang kentara, reality show ini dibawakan dalam konsep koempoelan, sehingga penonton yang datang ke studio ikut 'berdrama' menjadi tamu koempoelan tante Lien. Rumah tante Lien cukup besar, dengan ruang kumpul yang dilengkapi kursi ottoman besar dengan pohon palem di tengahnya, area yang cukup luas untuk band keroncong, taman belakang yang terkadang digunakan untuk bintang tamu yang tampil, dan, tentu saja, kursi rotan milik tante Lien. Tante Lien tidak sendirian dalam membawakan acara ini. Ia ditemani oleh tante Toeti, kakaknya, dan The Sate Babi Boys, band keroncong yang setia mengiringi tante Lien saat ia mulai bernyanyi.
Saat The Kilima Hawaiians menjadi bintang tamu di episode 's Avonds bij candlelight |
Setelah ngubek-ngubek Google dan iTunes, akhirnya saya menemukan album kumpulan lagu-lagu yang dibawakan oleh tante Lien. Dalam album 25 Jaar Als Tante Lien, ada 36 lagu-lagu lawas yang dibawakan oleh tante Lien alias Wieteke van Dort. Beberapa lagu dibawakan dalam bahasa Belanda, tapi ada juga lagu-lagu yang dibawakan dalam bahasa Indo-Melayu. Selain itu, ada beberapa lagu yang dibawakan secara dwi-bahasa.
Di antara lagu-lagu tersebut, ada beberapa lagu yang menjadi kesukaan saya. Sebut saja lagu Boelang Pake Pajong yang ternyata cukup terkenal di Manado. Lagu Hallo Bandoeng merupakan piano ballad melankolis yang menceritakan tentang percakapan seorang ibu tua dan anaknya di Indonesia melalui telepon. Terang Boelan juga merupakan salah satu lagu kesukaan saya. Selain itu, ada satu lagu yang menarik perhatian saya. Berjudul Klappermelk met Suiker, awalnya saya kira lagu ini menceritakan tentang proses memasak kue. Namun saat saya membaca liriknya dan mencoba menerjemahkannya (thanks to Google translate, meskipun hasil terjemahannya agak aneh), saya jadi tertawa sendiri karena ternyata lagu ini bukan menceritakan tentang apa yang saya bayangkan. Terlebih lagi setelah mengingat aransemen musiknya yang ringan dan santai, saya bisa memahami titik lucu dari lagu ini.
Op Ambon woont een meisje waar iedereen van zingt
Omdat ze heel erg mooi is en ook om wat ze drinkt
Reeds toen ze nog geen drie was en mama vroeg aan haar
"Wat wil jij nu eens drinken?", had zij haar antwoord klaar
Ik wil klappermelk met suiker
Want iets anders lust ik niet
Ik wil klappermelk met suiker
Want iets anders lust ik niet
Ik wil geen appelsap of limonade
Thee en koffie laat ik staan
En chocolademelk of orangeade
Smaken mij als levertraan
Ik wil klappermelk met suiker
Want iets anders lust ik niet
En dat is zo gebleven. Ze is nu achttien jaar
Een jongen is gekomen en hij houdt veel van haar
Maar als hij met haar uitgaat, is hij niet erg content
Steeds als hij om een kus vraagt, zegt zij op dat moment
Dari hasil penerjemahan dan interpretasi, lagu ini menceritakan tentang seorang anak perempuan di Ambon yang--katanya--sangat cantik. Saat itu ibunya bertanya kepada anak itu, "Mau minum apa?" Sang anak pun menjawab bahwa dia ingin minum klappermelk (santan) yang dicampur dengan gula, karena si anak tidak menyukai minuman yang lain. Ditawari jus apel, jus limau, kopi, teh, cokelat, dan jus jeruk, si anak tetap tidak mau (bahkan katanya jus jeruk itu rasanya seperti minyak hati ikan kod). Si anak hanya ingin minum santan yang dicampur dengan gula. Saat si anak perempuan tersebut beranjak dewasa, si anak bertemu dengan seorang anak laki-laki. Anak laki-laki tersebut jatuh cinta pada si anak perempuan, namun sering merasa tidak puas atau gregetan setiap kali si anak laki-laki mengajak di anak perempuan kencan. Pasalnya, setiap kali diajak berciuman, si anak perempuan selalu menolak dan menjawab "Ik wil klappermelk met suiker." Dengan kata lain, si anak perempuan itu tidak mau ciuman; dia hanya mau minuman santan yang dicampur dengan gula.
Sejujurnya, saya tidak paham apakah benar klappermelk di lagu itu mengacu pada santan. Setahu saya, yang biasa dijadikan minuman adalah sari kelapa (ditambah gula jika memang mau). Tapi, terlepas dari apakah yang diminum oleh anak perempuan di lagu itu adalah santan atau sari kelapa, lagu ini merupakan lagu lawas yang menyenangkan. Kalau saya pulang ke rumah oma saya, sepertinya saya akan senang mendengarkan lagu ini sambil menemani oma saya memasak. Ada semacam hawa nostalgia tersendiri saat mendengarkan lagu ini.
Jadi, ada yang mau klappertaart?