Sunday, July 12, 2015

GO-JEK dan curhatan driver GO-JEK

Yaaasss! Dan hari ini untuk pertama kalinya saya menggunakan jasa GO-JEK. 

Awalnya, saya sekedar iseng-iseng unduh aplikasinya dari Playstore. Setelah memasukkan kode referral dari teman saya, akhirnya saya pun dapat saldo gratis 50 ribu di akun GO-JEK saya. Setelah itu, saya justru nggak pakai jasa GO-JEK. Aplikasinya dibiarkan begitu saja, karena waktu itu memang sama sekali belum terpikir untuk menggunakan jasa GO-JEK. Biasanya saya bepergian dengan kendaraan pribadi (mobil) ataupun kendaraan umum, baik angkutan kota maupun ojek konvensional. Selama ini saya sering pakai jasa ojek konvensional langganan saya yang kebetulan mangkalnya nggak jauh dari kompleks. Kenyamanan dan kualitas jasa pangkalan ojek konvensional tersebut, menurut saya, bisa dibilang baik. Kekurangannya adalah, armadanya terbilang sedikit dan sering kali jam kerjanya berubah-ubah. Kadang-kadang jam empat sore masih mangkal, kadang-kadang jam dua sore sudah pada pulang. Dari segi harga, pangkalan ojek langganan itu memang lebih murah dibandingkan pangkalan ojek lainnya yang ada di dekat komplek rumah saya (apalagi dibandingkan sama pangkalan ojek di persimpangan jalan Cihanjuang yang seringkali supirnya ngegetok harga seenak jidat. Setan!). Sayangnya, harga lebih murah tidak berarti ada transparansi harga (apalagi kalau kita nggak nanya harga dari awal), meskipun memang si abang ojek biasanya memberitahu dari awal kalau bakalan ada kenaikan harga. Alasannya biasanya karena naiknya harga BBM. Sayangnya, kalau harga BBM turun, ongkos ojek nggak ikut turun. Angkot juga seringnya gitu. Harga BBM udah turun, ongkos angkot malah makin tinggi. Kadang-kadang nagihnya nggak sopan pula kalau bayarnya kurang. Setan. 

Tampilan antarmuka aplikasi GO-JEK


Pemesanan pertama
Hari ini memang saya ditakdirkan untuk menggunakan jasa GO-JEK. Sebetulnya, waktu itu saya sempat pesan GO-JEK juga, minggu lalu, saat saya harus menghadiri acara buka bersama. Sayangnya, entah karena masalah teknis atau memang kompleks rumah saya yang berada di luar daerah jangkauan GO-JEK (terlepas dari munculnya indikator GO-JEK yang ada tidak jauh dari daerah tempat tinggal saya), aplikasi GO-JEK bilang bahwa pemesanan tidak bisa dilakukan. Asem. Padahal saya lagi buru-buru saat itu. Nah, hari ini saya coba lagi menggunakan aplikasi GO-JEK, pemesanan antar pulang dengan titik awal Simpang Dago. Saya awalnya agak pesimis, kalau-kalau pemesanan nggak akan berhasil lagi karena tujuan saya yang memang jauh dari Dago. Saya takut muncul pemberitahuan bahwa lokasi tujuan saya ada di luar wilayah edar GO-JEK, seperti yang pernah terjadi sebelumnya. Hal ini juga diperkuat dengan beberapa teman saya yang berpendapat bahwa rumah saya itu kejauhan buat didatangi. 

What's wrong with living in Cimahi sih? At least kita sudah tidak lagi Bandung coret!

Saya pun senang saat diberi kabar bahwa pemesanan saya berhasil dilakukan dan driver GO-JEK sedang menuju Simpang Dago. GO-JEK punya sistem yang sebetulnya mirip dengan kalau kita pesan ojek lewat SMS, di mana kita menghubungi langsung si abang ojek buat jemput kita dari titik awal lalu diantar sampai tujuan. Bedanya, GO-JEK lebih terorganisir dan melalui perantara (aplikasi atau operator). Saat melakukan pemesanan melalui aplikasinya, kita akan disuguhi tampilan peta dengan ikon ojek yang menunjukkan driver terdekat dari tempat kita berada (meskipun driver yang jemput kita nggak selalu driver yang lokasinya paling dekat dengan kita). Menggunakan jasa GO-JEK ini mungkin seperti kalau kita melakukan pesan antar dari KFC. Kita melakukan pemesanan melalui aplikasi, lalu input pemesanan yang kita buat akan disampaikan pada para driver yang lokasinya cukup dekat dengan kita. Kalau ada driver yang lagi vacant dan bersedia jemput kita, akan ada pemberitahuan bahwa pemesanan berhasil dilakukan. Yang lebih bagusnya lagi, menurut saya, si driver akan menghubungi kita, baik lewat SMS dan telpon untuk mengkonfirmasi pemesanan kita. Setelah kita konfirmasi, barulah nanti si driver pergi buat menjemput kita. 

Bayarnya gimana? 

Menurut saya pembayaran ongkos GO-JEK ini transparan. Say goodbye to nawar harga dengan abang ojek sampai berantem! Ongkos yang dikenakan akan bergantung pada jarak yang ditempuh. Apa kita harus ngitung manual jaraknya? Nggak usah! Di aplikasi GO-JEK sudah tersedia kok kalkulator ongkosnya. Kita hanya perlu memasukkan titik awal kita (mau dijemput dimana) dan tujuan kita, dan setelah itu biarlah kalkulator bekerja sama dengan peta untuk menghitung jarak dan ongkos yang harus kita bayar. Metode pembayarannya bisa lewat GO-JEK credit (saldo akun GO-JEK yang dimiliki), cash, atau voucher

Apakah kita kena biaya tambahan lainnya? Pajak misalnya? 

Nope! Kalau hasil kalkulasi ongkos kita kena dua puluh lima ribu, ya kita bayar segitu aja. Kecuali kalau mau ngasih tips, ya kasih aja. Saya juga ngasih tips ke driver GO-JEK saya. Oya, di resi konfirmasi juga kita akan dikasih informasi mengenai driver kita. Ya, ada nama dan fotonya untuk mempermudah recognition si driver. Saat kita sudah sampai di tujuan, dari aplikasi akan muncul notifikasi, semacam ucapan terima kasih sudah menggunakan jasa GO-JEK dan minta kita untuk memasukkan rate untuk si driver serta semacam kesan pesan. 


Perjalanannya menyenangkan
Singkat cerita si driver menghubungi saya dan memberitahu bahwa dia sudah ada di lokasi. Saya pun bergegas mencari si driver yang rupanya sudah nunggu di dekat McDonald's. Awalnya agak susah untuk mengenali yang mana driver GO-JEK saya karena saat itu sedang ada banyak orang dan si driver tidak pakai jaket GO-JEK-nya. Setelah menemukan driver dan konfirmasi bahwa saya sudah melakukan pemesanan, sambil saya mengenakan jaket saya, si driver menyiapkan helm dan masker untuk saya. 

This is something conventional ojek drivers rarely do

Rupanya ini sudah masuk ke dalam regulasi mereka, bahwa driver harus menyediakan helm dan juga masker untuk penumpangnya, Ojek konvensional seringnya hanya menyediakan helm cadangan, dan kadang-kadang malah nggak menyediakan sama sekali. Sebalnya, saat melihat ada polisi dari kejauhan, kadang-kadang penumpang disuruh turun dan jalan kaki sampai si ojek berhasil melewati pemeriksaan polisi tanpa kena tilang. 

Masker. Menurut saya ini yang keren. Founder GO-JEK memang peduli dengan keselamatan pengguna jasanya, Bukan hanya kepala penumpang yang harus dilindungi, tetapi juga organ dalamnya--paru-paru. Kita pasti sadar betul betapa asap yang keluar dari kendaraan bermotor itu berbahaya buat pernafasan. Semakin banyak kendaraan di jalan raya, semakin banyak polusi yang dihasilkan. Meskipun memang penggunaan masker saja tidak lantas bisa menghindarkan kita dari menghirup asap berbahaya, tapi setidaknya apa yang GO-JEK berikan untuk penumpangnya harus diberikan apresiasi. 

Driver memulai perjalanan setelah memastikan saya sudah siap, sudah mengenakan helm dan masker. Sepanjang perjalanan, si driver banyak ngajak ngobrol saya tentang beragam topik, dari mulai penggunaan jasa GO-JEK sampai geng motor. Tapi memang sih, abang ojek konvensional pun kadang-kadang ngajak saya ngobrol selama perjalanan. Selain itu, pas saya perhatikan cara mengemudinya, driver GO-JEK ini juga nggak membahayakan penumpangnya, but somehow nyetirnya cepat dan lincah. Kalau dibandingkan dengan beberapa abang ojek atau supir angkot yang biasa mereka ulang film Fast and Furious di jalan yang ramai dan hanya memiliki lebar 2 mobil kecil, rasanya lebih tenang pakai jasa GO-JEK. Pernah saya mengalami naik angkot dan duduk di belakang. Cara mengemudi supirnya yang seenak jidat, bikin bahaya pengguna jalan lain, dan ngebut bikin saya nggak tenang. At one point si supir harus mengerem mendadak dan saya pun hampir jatuh dari kursi saya. Sinting! Memangnya dia ngasih asuransi untuk setiap penumpangnya? Saya pun tiba di rumah sekitar pukul sembilan lebih lima belas menit (yah, sekitar dua jam yang lalu lah dari momen tulisan ini dipublikasikan). Saya pesan GO-JEK itu sekitar pukul delapan lebih sepuluh menit, dan menunggu driver sekitar dua puluh menit. Berarti kalau dihitung-hitung totalnya dari mulai pemesanan sampai tiba di rumah itu sekitar satu jam. Untuk perjalanannya sendiri makan waktu sekitar 30 sampai 45 menit. Saya nggak bisa bayangkan kalau saya pulang ke rumah, dari titik awal yang sama, dengan menggunakan angkot. Belum lagi kalau kejebak macet. Kalau seperti itu kejadiannya, berdasarkan pengalaman yang sudah-sudah, saya sampai di rumah sekitar pukul sepuluh atau setengah sebelas malam. 

Jadi, setengah jam dari Simpang Dago ke Cimahi, dengan traffic khas malam minggu? BIG YES!


Curhatan driver GO-JEK
Seperti yang saya bilang, driver GO-JEK mengajak saya mengobrol tentang beragam topik. Nah, salah satu topik yang diangkat adalah tentang rasa takut yang dia alami sebagai driver GO-JEK. Kita mungkin pernah lihat beberapa artikel berita tentang para abang ojek konvensional yang memprotes keberadaan GO-JEK yang mereka rasa 'merebut' rejeki mereka. Beberapa bahkan dengan terang-terangan membuat spanduk yang bertuliskan larangan bagi driver GO-JEK untuk masuk ke wilayah edar mereka. Buat saya, perilaku abang ojek konvensional yang seperti itu adalah sebuah ketololan. 

Driver GO-JEK saya, kang Agus, menyebutkan alasannya mengapa dia nggak pakai jaket GO-JEK (waktu itu dia pakai biker jacket yang bikin saya bingung buat mengenali driver saya). Sebelum menjemput saya, kang Agus sempat cerita ke saudaranya tentang rasa takut yang dia alami. Takut diserang abang ojek lain lah, atau diancam, atau dikejar, dan sebagainya. Akhirnya saudaranya menyarankan dia untuk pakai jaket lain, selain jaket GO-JEK. Kang Agus minta maaf karena penampilannya sempat menyulitkan saya untuk mengenali kang Agus. Saya, yang merasa bahwa itu bukan masalah besar, tentu saja memaafkan dan memahami situasi yang kang Agus hadapi. 

Selain tentang jaket, kang Agus juga sempat tanya apakah rute yang diambil melewati beberapa perumahan dengan pangkalan ojek di depannya. Saya bilang saya nggak melewati rute semacam itu (sebetulnya bisa saja sih, tapi saya tolak karena tidak mau sampai kang Agus kena masalah). Kang Agus pun kembali bercerita bahwa dia agak was was kalau melewati beberapa daerah, terutama depan kompleks perumahan yang biasanya ada pangkalan ojek. Kang Agus takut abang ojek konvensional yang mangkal tersebut marah dengan keberadaan GO-JEK dan melarang dia masuk, atau mungkin melakukan tindakan yang lebih berbahaya. Meskipun memang kang Agus mengenakan biker jacket, identitas kang Agus sebagai driver GO-JEK tidak lantas hilang begitu saja karena helm penumpang yang dia berikan pada saya ditempeli stiker GO-JEK. Saya jadi ikut merasa was was karena kalau sampai ada oknum jahat yang mengincar GO-JEK, saya sebagai penumpang ikut kena. Untunglah sepanjang perjalanan tidak sampai ada kejadian buruk. 

Kang Agus juga sempat tanya tentang apakah daerah Cimahi aman. Saya bilang sejauh ini yang saya tahu sih aman. Kang Agus rupanya mengkhawatirkan juga tentang adanya beberapa geng motor yang kalau malam Minggu biasa nangkring di jalan utama kota Cimahi. Saya coba jelaskan sama kang Agus bahwa sejauh ini saya nggak sampai mengalami hal buruk terkait adanya geng motor atau melewati geng motor yang sedang nangkring. Ditambah lagi saya rasa kepolisian Cimahi juga sudah bertindak lebih tegas untuk melawan geng-geng motor yang anarkis. Ketakutan kang Agus terhadap geng motor juga bikin saya jadi was was dan khawatir karena setelah mengantar saya, dia akan langsung pulang ke Ujung Berung. Ujung Berung! Rumah kang Agus di Ujung Berung, tapi jangkauan antar GO-JEK-nya bisa sampai Padalarang. Dari ujung ke ujung, saya membayangkan betapa capeknya kang Agus. Saya pun memberitahu rute menuju Bandung yang saya rasa aman, baik aman dari gangguan atau ancaman oknum-oknum ojek konvensional maupun risiko dicegat geng motor. 


Empati
Mendengar cerita kang Agus, saya merasa empatik sama kang Agus dan juga para driver GO-JEK lainnya yang mungkin memiliki ketakutan dan kekhawatiran yang sama dengan kang Agus. Kemunculan GO-JEK memberikan kemudahan tersendiri bagi para pengguna jasa kendaraan umum. Gimana nggak? GO-JEK menawarkan jasa antar jemput, bahkan pengiriman dan pembelian barang, dan pemesanan layanan bisa dilakukan lewat sentuhan saja. Mau pesen ojek sekarang nggak perlu repot-repot jalan ke pangkalan, atau telpon ke nomor pribadi abang ojek konvensional. Dengan satu aplikasi, pemesanan ojek bisa kita lakukan, lengkap dengan informasi titik jemput dan tujuan, identitas driver, kalkulasi ongkos, serta metode pembayaran. Selain itu, pelayanan yang diberikan juga mencakup konfirmasi pemesanan, serta prosedur keselamatan untuk penumpang, seperti diberikannya helm dan masker. 

Sayangnya, ada pihak-pihak yang menentang keberadaan GO-JEK ini. Mereka menganggap bahwa GO-JEK mengambil rezeki mereka dan menjadi ancaman bagi eksistensi ojek-ojek konvensional. Pihak-pihak inilah yang, di beberapa artikel berita, memberikan ancaman bagi para driver GO-JEK. Driver GO-JEK pun jadi nggak bisa bekerja dengan tenang, karena takut dengan ancaman yang bisa membahayakan mereka. Nah, perilaku oknum-oknum tersebut apakah hanya merugikan GO-JEK saja kah? Bagaimana dengan pengguna jasa GO-JEK yang sudah menunggu untuk dijemput, tapi akhirnya nggak dijemput karena driver GO-JEK dicegat oleh oknum-oknum tersebut dan disuruh pergi, sehingga nggak bisa menjemput pelanggan? Bagaimana dengan penumpang GO-JEK yang jadi ikut kena sasaran oknum-oknum yang mungkin bersifat anarkis? 

Sebagai pengguna jasa, saya punya hak untuk mendapatkan pelayanan yang baik. Walaupun itu sebatas naik angkot atau ojek, tetap saja disitu saya menggunakan jasa mereka, membayar mereka dengan harapan saya mendapatkan pelayanan yang baik. Misalnya, ada sebuah restoran yang memberikan pelayanan yang buruk kepada pelanggannya, apakah pelanggan yang datang mau balik lagi? Kemungkinan nggak, 'kan? Beda dengan restoran yang memberikan pelayanan yang baik untuk pelanggannya. Si pelanggan akan merasa puas dan kemungkinan besar akan kembali lagi, dan mungkin merekomendasikan restoran itu ke keluarga atau rekan-rekannya. Hal yang sama juga, bagi saya, berlaku untuk jasa kendaraan umum. Sejak kena getok harga, saya berhenti menggunakan jasa ojek konvensional yang mangkal di pertigaan jalan Cihanjuang. Saya berani blak-blakan saja sebut tempatnya karena memang perilaku oknum-oknum abang ojek (tidak semua ya begitu ya, harus diingat) yang dengan beraninya main getok harga untuk jarak tempuh yang bahkan kurang dari satu kilometer. Selain getok harga, sikap yang kurang sopan pun bikin saya semakin enggan untuk menggunakan lagi jasa ojek konvensional tersebut. Saya bahkan sekarang pun mulai menghindari penggunaan jasa angkot Cimahi-Ledeng. Bukan sekali dua kali saya mengalami ketidakadilan dari si supir dan juga koordinator angkot yang maksa harus mengangkut penumpang dengan beban yang melebihi daya angkut kendaraan. Apakah saya kebagian tempat duduk sedikit sampai kadang-kadang jatuh, atau ditagih ongkos lagi sampai pernah tangan saya ditarik paksa oleh supirnya dan sikut saya kena spion, yang jelas pelayanan seperti itu bukanlah pelayanan yang saya harapkan. 

GO-JEK sejauh ini menurut saya memberikan pelayanan yang lebih baik, meskipun ojek konvensional langganan saya pun memberikan pelayanan yang baik juga. Kalau begini, nggak salah kalau saya lebih memilih GO-JEK. Jangan salahkan juga orang-orang kalau mereka pindah dan menggunakan jasa baru yang memberikan pelayanan lebih baik. Kita bayar karena kita ingin pelayanan yang baik. Saat orang-orang mulai beralih ke GO-JEK, apakah itu artinya GO-JEK mengambil rezeki mereka? Menurut saya sih nggak. GO-JEK deserves it. Kalau mereka memberikan pelayanan yang lebih baik dan orang-orang suka, ya wajar lah. Lalu maksud dari 'merebut rezeki orang' itu apa? Itu hanyalah excuse dari oknum-oknum yang merasa terancam dengan kehadiran GO-JEK. Mereka seperti merasa tersaingi dengan para driver GO-JEK yang bisa dapat penumpang. Sejauh ini saya belum mendengar berita driver GO-JEK melakukan kekerasan pada abang ojek konvensional. Justru saya pernah dengarnya driver GO-JEK yang jadi sasaran ancaman. Untuk bisa bersaing dengan GO-JEK, ojek-ojek konvensional harus mau meningkatkan kualitas pelayanan mereka. Coba mulai dari transparansi harga dan cara mengemudi yang aman. Penumpang itu manusia loh, bukan benda mati. 

Kesan pertama saya tentang GO-JEK? Bagus. Saya puas dengan pelayanannya. Saya harap di pemesanan berikutnya saya bisa mendapatkan pelayanan yang sama bagusnya, atau bahkan lebih baik lagi. Dan kalau ditanya apakah saya akan menggunakan jasa GO-JEK lagi, jawaban saya adalah YA



PS: by the way, ini kode referral saya, siapa tahu mau dapat saldo gratis 50 ribu: 543069643

0 comments:

Post a Comment