Tuesday, August 4, 2015

[Review] Bloemen

Minggu lalu saya dan ayah pergi makan siang. Sebetulnya bukan makan siang sih karena jatuhnya jadi sebatas ngemil, tapi ngemil agak berat (loh?). Rencana awalnya memang mau sebatas ngopi sambil ngobrol (mungkin tentang skripsi saya atau hal-hal semacamnya), tapi terus saya bilang ke ayah ada restoran unik bergaya kolonial Belanda dulu di Cipaganti. Walhasil, kami jadi pergi ke restoran itu. 

Bloemen. Nama restorannya adalah Bloemen. Berlokasi di jalan Bosscha no. 45 (pas persimpangan SPBU Cipaganti langsung belok kiri dan belok kiri lagi), Bloemen mencoba menghidupkan kembali suasana jaman kolonial Belanda dulu, Dari mulai desain interior ruangan sampai menu makanan dan minuman yang ditawarkan, makan di Bloemen ini serasa turn back time beberapa puluh tahun yang lalu saat para meneer dan mevrouw sore-sore menikmati teh sambil ngemil kue-kue. 

©2015 Klaus R Dewanto

Teduh
Kesan pertama yang saya dapat pas tiba di Bloemen adalah teduh. Berlokasi di jalan Bosscha yang banyak pohon-pohon besar, serta adanya awning merah marun yang menghiasi teras depan membuat restoran ini terkesan teduh. Meskipun demikian, jarak antara teras dengan tempat parkir yang menurut saya terlalu dekat membuat fasadnya terkesan riweuh, meskipun sebetulnya kalau di area parkir tidak ada banyak kendaraan sih kita bisa melihat dan menikmati keindahan fasad depannya dengan lebih baik. 

Bloemen sendiri dalam bahasa Belanda berarti bunga (or at least something floral). Di bagian depan restoran memang tidak banyak tanaman bunga, tapi di taman belakang dan sampingnya ada, jadi nama tidak menipu. Di teras depan ditanami semacam tumbuhan paku setinggi perut orang dewasa yang menjadi pembatas alami antara teras depan dengan area parkir. Awalnya saya dan ayah mau makan di teras depan, tapi berhubung saat itu cuaca sedang cukup panas, jadi kami memutuskan untuk makan di dalam. Area makan di teras depan dan teras samping menggunakan kursi-kursi rotan warna putih yang mengingatkan saya dengan Café Parisien di kapal pesiar mewah RMS Titanic. 

"Titanic Cafe Parisien" by Robert John Welch (1859-1936), official photographer for Harland & Wolff


Rumah Oma
Bagian dalam restoran didominasi oleh dinding berwarna gading, meskipun pada salah satu sudut ruangan temboknya dicat merah terang (dan jadi focal point yang unik). Lantainya pakai ubin abu-abu tua dan ubin bermotif khas rumah-rumah peninggalan jaman kolonial (dan katanya sekarang susah loh cari ubin itu). Ubin abu-abu tua itu biasa saya lihat di rumah oma saya, jadi ada semacam feeling seperti berkunjung ke rumah oma saat kami masuk ke dalam ruangan. 

©2015 Klaus R Dewanto

Berbeda dengan seating area di teras, di bagian dalam furnitur yang digunakan sedikit lebih modern karena menggunakan kursi-kursi makan kayu yang desainnya cukup kontemporer. Ada juga sofa di beberapa sudut ruangan yang menambah kesan kontemporer pada ruangan, meskipun sebetulnya saya expect something more classic. Lampu-lampu gantung dengan kaca patri menambah sentuhan bohemian tersendiri, kalau kata ayah saya. Foto-foto jaman dulu dipajang di hampir semua sudut ruangan. Ada juga semacam lemari kaca besar yang menyimpan fine china. Selain foto, ada juga beberapa barang antik seperti radio tua dan pesawat telpon yang memperkuat kesan seolah-olah saya benar-benar ada di rumah oma. 

Di teras belakang, di dekat pintu menuju seating area teras belakang, ada sebuah piano upright. Meskipun pianonya tidak nampak jadul (Yamaha tipe-tipe yang cukup baru, mungkin keluaran tahun 2000an awal), tapi keberadaan piano dan foto-foto yang dipajang di atasnya menjadi focal point tersendiri di seating area teras belakang. Piano ini bisa dimainkan. Kebetulan sambil nunggu makanan datang, saya main piano. Keasyikan main piano, saya sampai dipanggil sama ayah karena katanya makanannya sudah datang. Jadi seperti anak kecil yang keasyikan main sampai harus dipanggil ibu atau ayahnya buat makan. 

©2015 Klaus R Dewanto


Mixed fries dan chocolade mint
Karena niat awalnya hanya sekedar ngopi dan ngobrol dengan ayah, kami tidak pesan makanan yang berat (toh di rumah juga sudah makan). Like father like son, saya pesan chocolade mint seperti ayah saya. Untuk light meal, saya pesan mixed fries dan ayah saya pesan risoles (saya lupa isinya apa). Chocolade mint adalah minuman coklat dingin dengan daun mint yang ikut di-blend bersama coklat. Biasanya kalau pesan minuman chocolate mint, yang digunakan itu kan sirup mint atau ekstraknya, kalau ini justru daunnya langsung dan ikut di-blend dengan minumannya. Walhasil, minumannya terasa seperti ada rasa daunnya (kebayang kan seperti apa rasa daun?), tapi tetap enak kok. Kata ayah saya, rasa mintnya jauh lebih authentic daripada kalau pakai sirup mint. 

Mixed fries dan chocolade mint©2015 Klaus R Dewanto

Restoran ini menjual juga steak, tapi berhubung sudah makan ya terpaksa tidak pesan steak. Mungkin lain kali kalau ke sana coba pesan steak deh, and I'll tell you what I think of it, okay? Nah, untuk mixed fries sendiri menurut saya dari segi kandungan gizi, saya dapat karbohidrat dan protein. Karbohidrat saya dapatkan dari dua jenis kentang goreng, shoestring dan potato wedges. Potato wedges-nya sudah berbumbu. Rasanya lumayan, sedikit spicy tapi tidak sampai pedas banget. Untuk level cemilan, porsinya cukup banyak jadi bisa saya bagi dua dengan ayah. Nah, selain goreng-gorengan kentang, ada dua jenis gorengan lain yang turut disajikan bersama gorengan kentang. Yang bentuknya lebih pipih itu ternyata jamur yang digoreng tepung. Tapi jangan bayangkan jamur crispy yang biasa dijual di stan-stan. Saya nggak yakin jenis jamurnya apa, antara jamur merang atau shiitake. tapi yang jelas sensasinya mengejutkan. Dari luar memang renyah, tapi saat digigit ternyata jamurnya masih basah dan sensasi juicy-nya jadi semacam taste twist buat saya. Untuk yang bola-bola itu, ternyata isinya daging sapi yang dihaluskan. Teksturnya lembut dan rasanya cukup lezat. 


Untuk ayah saya, ada risoles yang cukup besar dan, ternyata, meskipun berhasil dihabiskan tapi ayah saya cukup kekenyangan. Saya lupa isiannya apa tapi seingat saya sih looks creamy and cheesy (dan itulah sebabnya saya nggak mau nyoba). Risoles disajikan dengan sambal Bangkok. Kata ayah sih lumayan rasanya. Mungkin kapan-kapan saya harus coba juga. 

Bicara tentang harga, range-nya dari mulai belasan ribu sampai puluhan ribu (atau mungkin ratusan ribu ya, saya lupa karena nggak banyak memperhatikan harga-harganya dan lebih fokus ke desain interior restoran). Untuk steak sih harganya di kisaran puluhan sampai ratusan ribu. Yang jelas sih, seingat saya untuk light meal kisaran harganya dari mulai 20 ribu sampai sekitar 30 ribuan. Kalau dibandingkan dengan porsi dan rasa, menurut saya sih cukup worthy harga segitu. Saya lupa harga risoles yang dipesan ayah berapa tapi kalau tidak salah sih di kisaran 20 ribuan juga. Harga minumannya dari mulai belasan ribu hingga 30 ribuan. Range-nya di kisaran standar restoran kalau menurut saya dan kalau dilihat dari kenyamanan tempat, restoran ini worth visiting loh. Sayangnya, saat berkunjung musik yang diputar itu nggak begitu pas dengan suasana. I was expecting something like Nederlands-Oost-Indië songs (semisal lagu-lagunya Wieteke van Dort atau Ben Snijders), tapi ternyata lagu yang diputar genre-nya lebih kontemporer, dari mulai dance sampai brit rock. Mungkin kalau saya berkunjung lagi, saya coba bilang ke pelayan atau manajernya buat lebih menyesuaikan musik yang diputar dengan suasana restoran. 


Overall commentary
Bloemen menyajikan tidak hanya masakan dan minuman ala Indo-Belanda, tetapi juga suasana yang membuat kita seolah dibawa kembali ke era penjajahan Belanda (tapi bukan berarti disiksa ya). Suasana restoran yang tenang dan teduh, serta desain interior yang sangat mencerminkan konsep Indo-Belanda bikin pengunjung nyaman buat berlama-lama disana. Secara keseluruhan harga makanan dan minuman yang ditawarkan juga nggak mencekik. Anak kuliahan boleh lah sesekali makan di sini, karena nggak akan sampai bikin bangkrut juga kok (kecuali kalau sekali pesan langsung habis ratusan ribu). Jaringan wi-fi tersedia di sini, jadi buat ngopi atau ngemil sambil ngerjain skripsi di sini bakalan nyaman banget. 


By the way, itu foto saya dan ayah saat di sana. Maafkan muka kami ya. Saya yang di kiri, ayah yang di kanan. Awas salah orang (loh?). 


Nyam-marking
Ambiance: ★★★★★★★★☆☆ (8/10)
Taste: ★★★★★★★✬☆☆ (7.5/10)
Price: $$$--



Bloemen
Jalan Bosscha no. 45
Ph: 022-2032035

0 comments:

Post a Comment