Minggu ini merupakan minggu yang berat buat anak-anak SMA kelas 3 karena mereka harus mengikuti yang namanya Ujian Nasional (UN) supaya bisa melanjutkan ke jenjang pendidikan berikutnya. Sebenernya adanya UN ini dari dulu udah banyak memicu pro-kontra, dan gue termasuk yang kontra sama UN. Gimana nggak? Perjuangan belajar di SMA selama 3 tahun di-judge begitu aja dengan tes selama 4 hari (eh, apa udah jadi 3 hari aja ya sekarang? Tau deh). Kalau misalnya nih nggak lulus (knock on the wood, amit-amit), kan sayang banget tuh belajar tiga tahun tapi ternyata kayak hasilnya kayak begitu. Sementara itu, bakat setiap orang kan beda-beda. Misalnya, bisa aja dia nggak jago matematika tapi bahasa Indonesianya hebat banget, dan dia nggak lulus karena nilai matematikanya yang nggak meeting expectation. Sayang banget, kan?
And thank God I passed it *wink*
Masa-masa pra-UN merupakan masa-masa yang menurut gue berat. Belajar berjam-jam, mencoba memahami rumus-rumus matematika, fisika, dan kimia yang nggak gue banget (kayaknya gue kesasar masuk jurusan IPA), les bimbingan belajar dan pulang malem, nggak bisa pergi main, dan.. yah, kira-kira begitulah kegiatan sehari-hari sebelum UN. Waktu ujian sendiri gue hanya berharap bahwa semua temen-temen gue lulus. Gue hanya berharap bahwa ada keajaiban yang bisa bikin nilai-nilai UN semua anak-anak pada bagus karena pas jadwal ujian fisika, sepuluh menit pertama ujian gue cuman ngeliatin soal sambil gambar-gambar nggak jelas di lembar soal. Setiap hari selama UN gue selalu bawa Fr*shc*r* ke sekolah (itu loh, minyak angin roll-on yang iklannya dibintangin sama Agnes Monica) karena kalau gue udah mumet dengan soal-soal ujian sains, gue bisa langsung oles minyaknya ke dahi, pelipis, sama ujung hidung gue (malahan temen sebelah gue dan pengawasnya pengen minta juga). Masa pra-UN dan hari-hari UN merupakan momen yang berat yang mau nggak mau harus gue jalani karena sistem pendidikan di negara ini mengharuskan anak-anak SMA mengikuti ujian nasional kalau mau lanjut ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi (oh, so kapitalis).
Tapi masa-masa berat itu telah berlalu. Badai pasti berlalu, dan sudah berlalu.
*tebar bunga dan cinta*
Pas UN hari terakhir, gue bawa duit lumayan banyak di dompet. Sengaja gue bawa duit banyak karena gue tahu bahwa setelah UN beres kebebasan gue akan kembali. Dan setelah bel bunyi menandakan bahwa UN telah berakhir, semua anak tenggelam dalam euforia. Di hari itu juga, di hari UN beres, gue sama temen-temen langsung ngibrit ke Istana Plaza. And guess what, ternyata yang ngibrit kesana bukan cuman gue; ada juga banyak anak-anak SMA dari sekolah lain yang ngibrit kesana (kayaknya mereka pada sepikiran sama gue). Oh, sushi, ramen, chicken katsu, game master, dan komik Crayon Shinchan.. akhirnya gue bisa melakukan apa yang sempat dilarang dilakukan semasam pra-UN dan UN. Nampaknya selepas UN, anak-anak SMA kelas 3 pada going crazy. Gimana nggak? UN beres itu serasa kita punya bisul segede alaihim yang pecah dan nggak ngeluarin cairan menjijikkan, tapi confetti (kayak bisul di jari Spongebob yang pas pecah malah ngeluarin confetti). Beberapa minggu setelah UN gue habiskan jalan-jalan, main game, nonton film, makan-makan, dan ngopi. Gosh! I've never been so hedonistic before! Kebebasan yang gue dapat, ditambah lagi duit yang nggak kepake-kepake gegara nggak bisa kemana-mana selama minggu-minggu pra-UN bikin gue berasa jadi nouveau riche yang seminggu bisa jalan-jalan sampe empat kali (jangan ditiru ya sikap hedonis kayak begini, soalnya kalau di dunia perkuliahan sikap hedonis itu bisa bikin lo tambah elit, ekonomi sulit).
At last, UN merupakan ajang yang mau nggak mau harus diikuti, dimana lo mengerahkan segala daya upaya dan mempertaruhkan tiga tahun dalam hidup lo untuk bisa keluar dari dunia putih abu. But trust me, you're not alone. Di saat lo gundah tentang hasil UN, percayalah bahwa di backstage guru-guru lo juga nggak kalah degdegannya. Bokap lo yang lagi di kantor gimana pun juga pasti nggak konsen kerja karena kepikiran anaknya yang lagi di battlefield sana. Bisa jadi juga sayur asem yang dimasak nyokap lo malah jadi sayur asin karena nyokap lo harap-harap cemas tentang anaknya yang lagi ujian. Yang sampe sekarang selalu gue percaya setiap kali mau ujian adalah, apapun yang gue jawab percayalah bahwa gue udah mengerahkan the best of me. Apapun hasilnya, yang penting gue udah berusaha. You, too! Dan optimislah bahwa lu bakalan lulus UN. Setelah UN beres, percayalah bahwa kebebasan nggak akan kemana. Lu bakalan punya cukup banyak waktu buat rehat dan senang-senang sebelum akhirnya berkutat dengan pendaftaran kuliah dan persiapan kuliah.
Cheers!
0 comments:
Post a Comment