Wednesday, April 23, 2014

Why should men use three pedals? Why should women be cooking?

Beberapa hari yang lalu saya sempat ngobrol dengan Ahomine-senpai di koridor gedung fakultas; obrolan santai sambil nunggu dosen tiba. Lalu setelah ngobrol kesana kemari, tiba-tiba topik berubah jadi topik otomotif dan transportasi (intinya sih ngomongin tentang mobil dan nyetir mobil). Saya bilang sama senpai kalau saya punya SIM A. Saya bisa bawa mobil transmisi manual, tapi lebih nyaman kalau mengendarai mobil transmisi otomatis. Biar nggak ribet waktu macet, alasan saya. Lalu senpai saya bilang kalau laki-laki itu harusnya mengendarai mobil transmisi manual. "Real man uses three pedals", katanya. Saya cuma bisa ketawa waktu denger senpai sebut hal itu. Akhirnya saya balas dengan satu quote yang pernah saya lihat di linimasa Facebook saya: "Real man does not use three pedals; he drives six tires". Saya dan senpai pun akhirnya ketawa ngakak karena six tires mengacu kepada tiada lain dan tiada bukan, mobil bis. Kebayang deh buat belanja ke C*rr*f**r aja harus bawa bis. Mau belanja apa mau wisata?

Oh ya, sebetulnya yang mau saya bahas bukan tentang bawa bis ke supermarket buat sekedar belanja. Bukan juga tentang pria sejati yang seyogyanya bisa nyetir bis, walaupun ada sih nyerempet sedikit topiknya. Dalam kajian literatur ada yang disebut dengan teori dekonstruksi (deconstruction), dan entah kenapa, to some extent saya sependapat dengan teori ini. Dekonstruksi, dari katanya kita bisa pecah kedalam kata dasar dan imbuhannya: de-konstruksi. Sebetulnya apa sih dekonstruksi ini? Saya bukan orang yang pintar bikin definisi, tapi saya bisa kasih contoh seperti apa dekonstruksi itu. Di bawah ini akan saya sebut beberapa nama-nama orang yang mungkin nggak asing di telinga kita: 

Amelia Earhart. Does the name ring the bell?

atau

Chef Juna Rorimpandey. Does the name ring the bell? 

Ada yang tahu siapa Amelia Earhart? Dia adalah seorang wanita pertama yang terbang sendirian melintasi samudra Atlantik. Yap, dia adalah aviator wanita pertama yang berani terbang di atas samudra Atlantik yang luas dan, kalau teman-teman pernah nonton Titanic pasti tahu kan betapa Atlantik itu tenang-tenang mematikan. Lalu siapa Juna Rorimpandey? Kalau temen-temen dulu suka nonton Master Chef Indonesia, pasti ingat siapa chef ini. Chef Juna yang terkenal perfeksionis dan suka kasih respon pedas kepada para kontestan bakalan susah dilupakan. 

Lalu apa hubungannya dekonstruksi dengan kedua orang itu? 

Jaman dulu, pilot merupakan pekerjaan yang umumnya dilakukan kaum Adam. Pokoknya kalau urusan menerbangkan pesawat, itu urusannya cowo. Sementara jaman dulu, kaum Hawa identik dengan pekerjaan di rumah. Women know kitchen well, katanya. Tapi apa buktinya? Amelia Earhart, yang adalah seorang wanita, justru bisa nerbangin pesawat sendirian lintas samudra. 'Doktrin' bahwa wanita dan mesin tidak cocok dan tidak akan pernah cocok nampaknya hancur lebur begitu saja. Lalu sekarang coba kita lihat chef Juna. Jaman dulu urusan dapur dan masak-memasak itu ahlinya perempuan, tapi kalau sekarang sih kayaknya hukum dapur-milik-wanita udah nggak berlaku lagi karena buktinya banyak banget chef laki-laki. Ya, laki-laki. Kaum Adam yang tadinya difokuskan pada urusan mesin, sekarang jadi harus ngurusin potong wortel sama tomat, tumis bawang putih, dan sebagainya.

Kita bisa lihat adanya keterbalikan dari contoh yang saya kasih. Kalau dekonstruksi bisa membuat kaum Hawa menikmati pekerjaan kaum Adam, dan kaum Adam bisa menikmati pekerjaan kaum Hawa, maka dekonstruksi juga bisa mengubah lebih banyak hal. Kalau berkaitan dengan gender, pasti banyak banget hal yang bisa didekonstruksi. Saya ambil lagi contoh kasus ucapan senpai saya. Kenapa sih ada ucapan bahwa laki nyetir mobil yang tiga pedal? Kenapa sih ada ucapan cewek pake matic aja? Pertanyaan saya satu sih, memangnya siapa yang mengkultuskan hal itu? Apakah memang wajib bagi kaum Adam untuk selalu nyetir mobil transmisi manual? Apa alasan yang logisnya? Kalau alasan yang berkaitan dengan harga diri sebagai cowok atau sebagainya sih saya udah sering dengar dan, well, that's too common. Saya perlu alasan ilmiah, dan asumsi-asumsi semacam ini sangat berpotensi untuk didekonstruksi. Kenapa harus pake transmisi manual kalau transmisi automatic memudahkan kehidupan, dan kenapa diharuskan? Bukankah nyetir mobil adalah pilihan? Setiap orang punya pilihan, untuk nyetir dan untuk tidak nyetir, untuk jalan kaki atau naik bis, untuk nginep di kampus atau nginep di kos, untuk makan atau untuk nggak makan.

Kalau boleh saya ajukan lebih banyak pertanyaan terkait asumsi-asumsi yang biasa kita dengar sehari-hari, saya akan mempertanyakan kenapa vektor maju itu sering sekali digambarkan dengan pergerakan ke arah kanan sementara kemunduran digambarkan ke arah kiri? Kalau kita lihat dari sudut pandang yang mirrored, gerak maju itu jadi ke kiri, bukan ke kanan, dan gerak mundur jadi ke kanan, bukan ke kiri. Kenapa kesucian seringkali diidentikan dengan warna putih, dan kejahatan dengan warna hitam atau merah pekat? Atau hal-hal lain seperti kejantanan cowo yang dilihat dari kekarnya badan dan banyaknya tempe yang nempel di dada dan otot bisep-trisep yang gede, kecantikan perempuan yang dilihat dari bentuk tubuhnya.. Sadar atau tidak kita telah terdoktrin untuk mempercayai hal-hal seperti itu. Memangnya indikator kecantikan itu berat badan? Memangnya indikator kejantanan itu postur tubuh? Kata siapa itu? Ada alasan ilmiahnya?

Dekonstruksi bisa membuat orang menyadari betapa banyak sekali sebetulnya hal-hal yang dianggap realita, tetapi sebetulnya hanya rekayasa. Atau mungkin, lebih tepatnya, realita tapi dimanipulasi oleh sekelompok orang yang memang punya kekuasaan untuk memanipulasinya. Coba lihat iklan produk kecantikan di TV, model-modelnya banyaknya cewe yang langsing, kulitnya putih, rambutnya panjang dan lurus. Terus gimana tuh nasib cewe-cewe yang (sorry) badannya nggak langsung, kulitnya nggak putih, rambutnya nggak lurus? Apakah dengan begitu mereka langsung masuk kategori cewek nggak cantik? Definisi cantik yang seperti apa sih sebetulnya yang kita pahami?

And now I wish I could deconstruct some things in my life..

0 comments:

Post a Comment