Post ini dilatarbelakangi oleh pertanyaan dari satu, dua, bahkan beberapa orang yang bertanya sama saya kenapa saya jarang memberi like di foto yang diunggah di akun Instagram yang bersangkutan. Bahkan ada juga pertanyaan semacam "Koko kenapa nggak follow Instagram aku?" dan "Koko, mana followback nya?"
Sejujurnya, saya paling malas kalau sudah berhadapan dengan orang yang melontarkan pertanyaan seperti itu. Konyol saja. Masa sih harus 'memaksa' untuk memberi like atau follow akun Instagram dengan pertanyaan yang menyudutkan seperti itu? Apakah ada kewajiban untuk memberi like atau follow akun tertentu? Kalau misalnya ada satu matakuliah yang mengharuskan mahasiswanya memberi like pada foto-foto di akun tertentu supaya dapat nilai A, mau seratus foto pun saya kasih like deh. Tapi ini.. kan saya nggak dapat apa-apa :(
Jatohnya isu Marxisme ya, mencari-cari keuntungan materi (ha ha ha)
Saya secara pribadi memberi like di beberapa foto di linimasa Instagram saya karena salah satu atau beberapa faktor, baik subjektif maupun objektif. Tapi kalau saya jabarkan, kurang lebih faktor-faktor utamanya seperti berikut:
Visually attractive
Alasan ini sih sepertinya semua orang juga paham. Kalau ada foto yang dianggap atraktif atau unik, kemungkinan besar kita kasih like. Ya, itu kan bentuk apresiasi bagi pengunggah foto yang telah berusaha untuk mengabadikan momen-momen wow yang mereka temukan. Keatraktifan hasil jepretan kamera--saya yakin--selalu memberikan kesan yang baik, yang mendorong jari kita (entah jempol atau telunjuk, atau mungkin jari kelingking) untuk menekan tombol like di layar.
Tapi gimana kalau ternyata foto itu bukan hasil jepretan foto pemilik akun yang bersangkutan? Gimana kalau itu foto nemu dari Google atau Flickr?
Ya.. Minimal kita memberikan apresiasi atas berhasilnya yang bersangkutan menemukan foto atraktif.. meskipun kalau buat saya, pemberian like itu jadi semacam sindiran buat yang bersangkutan (maaf kalau ada yang kesindir). Bagusnya, kalau mau mengunggah hasil jepretan punya orang lain, kasih credit dan link ke sumbernya. Nggak enak loh kalau tiba-tiba yang punyanya ngeliat dan langsung nuntut gara-gara dianggap karyanya dicolong orang lain.
Physically attractive
Kalau yang ini lebih subjektif lagi. Ada saja foto-foto yang muncul di linimasa yang menampakkan sosok yang atraktif, yang bikin kita malah jadi penasaran siapa dia sebenarnya. Kalau ada tag ke orang yang bersangkutan, sampai bisa kita masuk ke profilnya dan melihat lebih banyak foto-foto yang bersangkutan. Ini saya anggap manusiawi dan reasonable, karena tak bisa kita sangkal bahwa keatraktifan fisik seseorang punya kemungkinan besar untuk menarik perhatian orang lain. Ya, namanya juga atraktif.
Kalaupun misalnya secara fisik tidak atraktif, biasanya pose-pose atau ekspresi wajah yang lucu yang bikin saya memberi like di foto-foto yang muncul di linimasa Instagram. Keatraktifan itu kan bukan selalu tentang kecantikan atau ketampanan. Ya kalau buat saya sih keatraktifan itu mencakup juga ability buat bikin saya terhibur dan terkagum-kagum.
Memorable
Foto-foto yang membuat saya terkenang akan satu momen berharga dalam hidup saya biasanya saya kasih like. Foto-foto ini biasanya bikin saya rindu akan seseorang, atau suatu tempat, atau suatu momen. Foto-foto saat kumpul KKN, atau foto saat saya kesasar di Serangoon Rd. (meskipun pada akhirnya nyampe juga Mustafa Centre), atau video "Aku Mau Cantik" berisi kumpulan foto-foto ekspresi konyol teman-teman saya itu memorable buat saya dan layak saya apresiasi dengan like.
Verbally attractive
Foto-foto di Instagram ini nggak hanya tentang apa yang bisa dilihat, tapi juga apa yang bisa dibaca. Ya, dibaca. Verbal. Ada beberapa foto yang muncul sebagai tulisan-tulisan yang kalau dibaca bisa bikin kita terenyuh, terkagum-kagum, bahkan tertawa puas. Nah, foto-foto seperti itulah yang saya anggap secara verbal atraktif dan biasanya saya apresiasi dengan like.
Dan biasanya foto-foto itu saya kasih lihat ke teman-teman saya secara langsung lewat ponsel saya, karena saya nggak bisa (dan males untuk cari tahu) cara re-gram foto di Instagram (karena memang foto-foto di Instagram nggak bisa secara langsung di re-post, seperti Tumblr atau Path).
Terus gimana dengan foto-foto yang jarang saya kasih like? Ada beberapa oknum yang memang minta saya untuk kasih like di foto mereka yang--kebanyakan--selfie dengan pose dan ekspresi muka yang sama; perbedaannya di tempat dan waktu saja, dan pakaian yang mereka pakai. Gini loh, mbak, mas, kalau untuk sebatas foto-foto selfie yang secara visual pada mirip, masa harus selalu saya kasih like sih? Kalau satu atau dua dan kadang-kadang sih mungkin saya kasih, tapi kalau setiap unggah saya kasih like kan.. Well, saya juga memang biasanya cenderung acuh dengan foto-foto semacam itu (kecuali kalau ada satu atau beberapa faktor yang saya sebutkan di atas muncul).
Atau, foto-foto yang.. buat saya sih sangat umum dan.. ya nggak semua foto makan siang harus saya kasih like juga, kan?
Dan tentang followback, saya nggak memaksa orang untuk follow akun saya, jadi tolong jangan paksa saya untuk follow akun tertentu. Kalau saya follow, berarti saya memang tertarik dengan follow akun itu. Kalau saya nggak follow, jangan marah :) Kalau saya follow tapi jarang like, jangan juga marah. Kan bisa saja pas saya cek linimasa Instagram, foto anda ketutup dengan post dari orang-orang lain. Masa saya harus kepo akun orang satu persatu dan like foto? Nanti saya dibilang kepo-er..
Satu lagi. Pertanyaan-pertanyaan seperti kenapa aku nggak di like atau kenapa aku nggak di follow bagusnya jangan ditanyakan. Saya suka ilang feeling jadinya kalau ditanya seperti itu. Dan kadang, yang tadinya saya mau follow, karena ditanya seperti itu oleh yang bersangkutan, malah jadi nggak jadi. Tenang saja kok. Saya juga nggak menuntut aneh-aneh kalau follow orang :)
I hope y'all understand ya :)
Like atuh, da aku mah apa atuh hanya ikon like yang keklik terus di unlike lagi geura haha
ReplyDeletewanjir eta mah watir wkwk derrick skrg ada IG gitu? naha ga follow aku dulu? wkwkwk
Delete