Thursday, September 25, 2014

Malam yang berbeda

Tak ada yang berbeda sore ini. Jam menunjukkan pukul empat sore dan akhirnya aku dapat pulang dari kantorku. Kurapikan meja kerjaku. Alat-alat tulis kukembalikan pada tempatnya. Berkas-berkas dan sketsa-sketsa kasar kumasukkan ke dalam folder. Kumatikan komputerku. Kubuat catatan penting mengenai surel yang harus kukirimkan besok dan kutempelkan lembar post-it berwarna hijau muda itu di layar komputer. Kukenakan jaketku dan ranselku, lalu keluar dari kubikelku. Adit, rekan kerjaku, pun sedang bersiap-siap untuk pulang. Ia merapikan meja kerjanya dan setelah itu, bergegas keluar dari kubikelnya. Tak ada yang berbeda sore ini; aku selalu mengalami hal seperti ini. 

Tak ada yang berbeda sore ini. Aku terjebak bersama kendaraan-kendaraan lain dalam kemacetan ini. Suara klakson dan deru mesin kendaraan membuat telingaku sakit. Asap yang keluar dari knalpot bis begitu hitam dan pekat. Setiap kali aku terjebak dan berhenti di belakang bis yang kebetulan menyemburkan asap dari knalpotnya, aku akan menutup mulut dan hidungku dengan tanganku meskipun aku sudah mengenakan masker. Tak ada yang berbeda sore ini; aku berada dalam kepadatan lalu lintas yang sama dan hal ini biasa terjadi. 

Tak ada yang berbeda malam ini. Hampir seluruh saluran di televisi menyiarkan acara yang serupa, dan aku--pada akhirnya--akan tetap memilih saluran yang sama untuk kutonton; saluran itu menyiarkan film-film kartun berturut-turut selama lima jam. Aku minum dari mug yang sama--mug berwarna coklat tua kesukaanku--dan menikmati minuman yang sama--moka instan dengan tambahan es krim vanilla di atasnya. Tak ada yang berbeda malam ini. Aku menikmati minumanku dan tertawa saat menonton kartun seperti biasanya. 

Tak ada yang berbeda malam ini. Aku menyalakan laptopku dan kembali berkutat dengan pekerjaanku. Biasanya selalu ada pekerjaan yang belum selesai kukerjakan di kantor dan aku terpaksa menyelesaikannya di rumah. Aku mendengarkan beberapa musik akustik untuk menemaniku bekerja dan sesekali membuka akun media sosialku melalui ponselku untuk mengetahui kabar tentang adikku dan teman-teman terdekatku. Tak ada yang berbeda malam ini. Aku sudah terbiasa tidur larut malam karena harus mengerjakan tugasku. 

Namun ada yang berbeda saat aku mematikan laptop dan beranjak menuju tempat tidurku. Aku tak sendirian di kamarku; ada sosok wanita yang duduk di atas tempat tidurku dan bersandar pada kepala tempat tidur, membaca buku novel sambil sesekali membetulkan posisi kacamatanya. Aku naik ke atas tempat tidurku lalu duduk tepat di samping wanita itu. Ia melirikku lalu memberiku sebuah senyuman kecil. Kucondongkan wajahku ke arah wajahnya dan kukecup bibir mungilnya. Ia mencubit pipiku dengan gemas setelah aku menciumnya. 

"Sudah selesai?" tanyanya. 
"Sudah," jawabku, 

Aku mengintip bacaannya. Ia sedang berada di halaman dua ratus enam belas. 

"Belum tamatkah ceritanya?" tanyaku. 
"Masih panjang," jawabnya. 
"Mengantuk?" 
"Ya. Begitulah," 

Ia kemudian melipat ujung halaman yang sedang ia baca untuk menandai bacaannya lalu menutup bukunya. Wanita itu pun melepas kacamatanya. Novel dan kacamatanya kemudian ia taruh di meja samping tempat tidur. Ia kemudian merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur dan menarik selimut sampai dadanya. Aku ikut merebahkan tubuhku dan menarik selimut sampai ke dadaku. Kumiringkan tubuhku ke sisinya agar aku dapat menatap wajahnya. Ia kembali menyunggingkan sebuah senyuman untukku. Kusentuh pipinya dengan jemariku. Tak ada sepatah katapun yang kami ucapkan, namun kami telah berada sangat dekat dan kini hembus nafasnya terasa hangat di pipiku. Kedua bibir kami saling bertemu dan kami membiarkannya untuk beberapa saat. Tanganku bergerak untuk mendekapnya dan kemudian ia sudah berada dalam dekapanku. Ia milikku. Wanita ini milikku dan ia aman dalam dekapanku. Sebuah bisikkan sampai di telingaku. Suara lembutnya mengucapkan selamat malam untukku. Kubelai rambutnya dan kemudian ia mulai tertidur. Aku tersenyum atas kebahagiaan sederhana yang kurasakan. Sebelum kupejamkan mataku untuk mengistirahatkan tubuhku yang lelah, kuucapkan terima kasih pada Tuhan untuk kebahagiaan yang ia berikan padaku. Tuhan mengirimkan dua wanita hebat dalam hidupku: ibuku, dan wanita yang kucintai ini--ia yang ada dalam dekapanku saat ini. Kepergian ibuku membuat hidupku berbeda, dan kehadiran wanita ini kemudian mengubah kembali hidupku. Ia memberikan warna baru dalam hidupku, membuatnya terasa berbeda--tentunya secara positif. Kegiatanku masih sama. Aku masih melakukan pekerjaan yang sama, bergelut dengan tugas-tugas yang serupa, dan bertemu dengan orang-orang yang sama, tapi wanita ini membuat perbedaan untukku, dan aku menyukai perbedaan itu. Memiliki kedua wanita itu dalam hidupku merupakan sebuah anugrah yang seringkali membuatku meneteskan air mata haru dan bahagia. Saat ini saja aku bahkan dapat merasakan air mata mulai memenuhi pelupuk mataku. 

Aku tak dapat benar-benar tidur meskipun mataku terpejam. Sesekali kubuka mataku dan kupastikan bahwa ia masih berada dalam dekapanku; ia memang masih ada dalam dekapanku. Alia tersenyum dalam tidurnya. Aku tahu saat ini ia sedang nyenyak beristirahat dan itu membuatku lega. Aku akan mendekapnya dan menjaganya. Seperti yang telah kukatakan, ia aman bersamaku. 

Selamat malam. 

0 comments:

Post a Comment