Sejujurnya kalau ditanya genre film favorit, saya pasti akan sebut--salah satunya--romance. Romance bukan genre film favorit utama saya sebetulnya, karena saya juga suka film dengan genre family, komedi, action, misteri, disaster, sampai psychological thriller. Untuk romance sendiri, nggak masalah mau itu happy ending atau sad ending (meskipun saya lebih senang yang happy ending). Dari kecil saya udah diekspos cukup banyak dengan film bergenre romance, dari mulai yang banyak unsur komedinya sampai yang totally drama romance. Ya.. Bisa dibilang begitu gara-garanya mama saya memang suka film romance, dan dulu babysitter saya juga hobi nonton film romance, khususnya Bolywood. Tapi syukurlah, dulu tiap nonton film romance saya nggak pernah sampe nangis bombay.
Dulu pas saya SD saya diekspos dengan film tahun 1997 garapan James Cameron yang udah sangat terkenal sekali, Titanic. Euforia Titanic semacam meledak di kalangan teman-teman SD saya dan kalau misalnya belum pernah nonton Titanic bisa dikatain cupu. Selain itu saya juga pernah nonton film-film semacam Pretty Woman, The Bodyguard, The Princess Diaries (1 & 2), La Vie en Rose, sampai film Bolywood semacam Kuch Kuch Hota Hai. Kalau buat yang lebih baru-barunya sih saya nonton Lost in Translation dimana romance-nya bisa dibilang ringan dan banyak menampilkan kehidupan metropolitan Tokyo, atau A Cinderella Story, romansa remaja yang dibintangi sama Hillary Duff. Untuk romansa Indonesia sendiri sih saya nggak banyak nonton. Palingan yang terakhir saya tonton itu romansa biografi Habibie-Ainun. Saya nonton itu karena kebetulan diajak temen nonton di bioskop dan setelah ditonton, ternyata bagus.
Kesini-kesininya saya mulai merambah ke film-film dari dunia timur, khususnya Asia timur. Ternyata film-film romance Asia timur nggak kalah syahdunya dengan film-film romance barat. Dan yang lebih bikin saya kagum adalah, film-film romance Asia timur lebih banyak fokus ke percintaannya dibandingkan hal-hal yang mengarah ke bumbu sex. Ada empat film romance yang jadi andalan saya, yang bisa bikin saya gemas, sampe nangis di scene yang sedih. Dua film Korea, satu film Jepang, dan satu film Taiwan bakalan saya jabarkan di bawah sebagai rekomendasi East Asian classic romance movies.
The Classic
(클래식)
2003
Buat yang suka nonton film romance Korea, saya sarankan film ini ada di list tontonan kalian. Memang udah lumayan lama sih ini rilisnya--tahun 2003, tapi masih tetap worth watching. The Classic dibintangi oleh Son Ye-jin, Jo Insung, dan Jo Seung-woo, menceritakan tentang romansa paralel seorang gadis kuliahan dan ibunya yang ternyata saling bertautan. Ji-hye (diperankan sama Son Ye-jin) yang lagi bersih-bersih kamarnya nggak sengaja nemu kumpulan surat-surat cinta dan buku harian ibunya, Jo-hee (diperankan sama Son Ye-jin juga) di masa lalu. Dulunya, sang ibu sempat terlibat dalam cinta segitiga antara ibunya, Joon-ha (diperankan sama Jo Seung-woo), dan Tae-soo (diperankan sama Lee Ki-woo). Sang ibu jatuh cinta sama Joon-ha dan ternyata Joon-ha pun saling cinta, meskipun Tae-soo juga suka sama sang ibu. Seperti biasa yang namanya drama pasti ada konflik, baik konflik antar karakter maupun konflik internal yang dialami Joon-ha, yang pada akhirnya menyebabkan sang ibu menikah dengan Tae-soo dan Joon-ha mengambil jalan hidupnya sendiri tanpa Jo-hee sebagai pendampingnya. Loncat di masa sekarang, Ji-hye naksir sama seorang cowo bernama Sangmin (diperankan sama Jo Insung), yang ternyata adalah.. Pokoknya intinya kisah cinta sang ibu dan Joon-ha yang nggak kesampaian itu akhirnya jadi kesampaian juga oleh sang anak.
Plot yang loncat-loncat antara masa sekarang dan tahun 60an (atau mungkin 70an ya) nggak lantas membuat film ini jadi pusing buat dicerna. Saya sebagai penonton juga nggak merasa bahwa konflik antar karakter ataupun konflik internal karakter terlalu lebay. The Classic menggunakan dua setting tempat dan waktu yang berbeda, yang ditampilkan dengan baik dan apik. Sepanjang film (khususnya di flashback ke tahun 70an), bisa kita lihat lansekap alam Korea yang masih cantik dan asri (lengkap dengan sungai, hutan, perbukitan, dan sawah) dan pemandangan kota kecil yang rapi. Seragam sekolah siswa-siswi tahun 70an pun ikut menambah kesan klasik. Dan untuk memperkuat kesan tahun 70an, ditampilkan juga bangunan sekolah dan interior kelas-kelas dan aula musik yang klasik, serta beberapa musik latar dan kegiatan semacam disco dance.
Buat yang pernah nonton serial drama Love Rain yang dibintangi sama YoonA dan Jang Geun-suk, mungkin bakalan merasa kalau plot ceritanya mirip. Ya, memang mirip dan serial drama itu sendiri juga sempat diisukan plagiat dari film The Classic (dan saya memang nggak suka dengan serial dramanya sebetulnya, walaupun saya unduh album soundtracknya). Overall, The Classic menyuguhkan romansa beda dunia (halah).. Maksud saya, romansa dua generasi yang berbeda yang ditampilkan secara unik dan manis. Salah satu soundtrack dari film ini, lagu pop-rock berjudul Me To You, You To Me (네에게 난, 나에게 넌), dibawakan oleh Ja Tan Pung (자전거탄 풍경) bisa dikatakan cukup terkenal, sampai lagunya juga ikut dipakai sebagai salah satu soundtrack drama Taiwan, Twins (100% Senorita).
Virgin Snow
(첫눈 / 初雪の恋 ヴァージン・スノー)
2007
Kalau bicara tentang melodrama, buat saya Virgin Snow jadi film yang memang harus 'dicoba' ditonton (maksudnya biar ngetes sendiri semelankolis apa ceritanya). Kalau film The Classic menghadirkan romansa paralel di dua generasi yang berbeda, Virgin Snow justru bermain di perbedaan budaya, dimana Min (diperankan oleh Lee Jun-ki) yang ikut dengan ayahnya pindah ke Jepang bertemu dengan gadis bernama Nanae (Aoi Miyazaki). Terlepas dari perbedaan budaya dan kadang kesulitan di antara keduanya buat ngobrol (karena keliatan si Min bahasa Jepangnya masih balelol), keduanya saling suka dan jatuh cinta. Dan pasti selalu ada konflik.. Ya. Konflik. Neneknya Min sakit dan dia terpaksa kembali ke Korea, sementara itu Nanae terpaksa harus pindah karena dia dan ibunya harus lari dari pacar si ibu yang kasar. Sebelum Min kembali ke Korea dia sempat dikasih semacam charm sama Nanae yang justru dia kasih ke neneknya. Saat Min kembali dia akhirnya sadar kalau Nanae menghilang begitu aja tanpa ngasih dia kabar. Min marah dan kecewa, dan pada akhirnya memutuskan buat kembali ke Korea.
Min dan Nanae yang sama-sama suka seni bertemu di Korea di satu acara semacam pameran seni. Karena masih sakit hati, Min justru bersikap kasar sama Nanae. Dan teringat lagi kekecewaannya dulu, Min melampiaskannya dengan merusak kerajinan tanah liat yang ada di workshop-nya. Saat sedang marah begitu, si nenek justru mengembalikan charm yang dikasih Min buat neneknya karena ternyata itu berisi surat buat Min dari Nanae. Nanae minta Min buat ketemu sama dia di kuil dimana Min pertama kali ketemu sama Nanae, di malam salju pertama turun. Lantas apakah Min sama Nanae bisa bertemu kembali?
Saya secara personal sih suka film ini karena pertama, pemainnya adalah Lee Jun-ki yang mana kualitas aktingnya udah nggak perlu ditanyakan lagi (terutama buat scene sedih dan tersiksa semacam di serial Two Weeks). Kedua, film ini banyak mengekspos tentang Jepang, khususnya setting tempatnya. Di film ini bakalan kita lihat kuil-kuil di Jepang yang indah, gambaran suasana saat pesta kembang api di musim panas, dan berbagai hal lainnya yang Jepang banget. Beres nonton film ini, saya malah jadi ingin jalan-jalan ke Jepang.
Little DJ
(小さな恋の物語)
2007
Perkenalan saya dengan film ini adalah waktu saya lagi asyik-asyiknya nonton serial Tantei Gakuen Q (Live Action) yang dibintangi sama Kamiki Ryunosuke, Shida Mirai, dan Yamada Ryosuke, dan saya penasaran film dan serial apa lagi yang dibintangi sama detektif-detektif itu. Dan.. Tadaa! Akhirnya saya nemu di filmography si Kamiki kalau dia main film ini. Dengan lawan mainnya Mayuko Fukuda (yang juga main di L: Change The World dan FTV Chibi Maruko Chan), Kamiki menunjukkan performa maksimal sebagai Takano Tarou, seorang anak SD yang harus dirawat di rumah sakit dan di sela-sela jam istirahat makan siang bertugas jadi radio DJ yang mainin dan buka request untuk lagu-lagu yang diputar selama jam istirahat siang.
Sebagian besar cerita berfokus di tahun 70an, dimana Tamaki kecil (Mayuko Fukuda) dirawat di rumah sakit dan bertemu dengan Takano Tarou (Kamiki Ryunosuke) sebagai teman sekamarnya. Awalnya mereka nggak dekat, dengan Tarou yang berani ngomong di radio tapi pas ketemu langsung dengan Tamaki justru jadi pemalu dan tertutup. Lama kelamaan keduanya semakin akrab dan mulai menunjukkan perasaannya satu sama lain. Tamaki selalu kirim request lagu untuk diputar dan popularitas Tarou sebagai penyiar cilik semakin bikin acara Music Express--acara yang dibawakan Tarou--sukses. Saat Tamaki sudah bisa keluar dari rumah sakit, Tarou masih tetap harus dirawat di rumah sakit. Suatu hari Tamaki ajak Tarou jalan-jalan dan momen itu dimanfaatkan Tarou untuk menyatakan perasaannya ke Tamaki. Tapi sayang, sebelum Tarou sempat menyatakan perasaannya, kondisi Tarou justru semakin buruk.
Apakah film ini berakhir dengan happy ending atau sad ending? Lebih baik tonton sendiri. Dan lagi-lagi saya tertarik dengan setting (dan seringnya sih saya setiap nonton film fokusnya ke setting, baik tempat maupun waktu). Dengan setting utama waktu di era tahun 70an, kita bakalan disuguhi musik-musik pop dan rock yang terkenal di era 70an yang diputar di sepanjang film. Sebut saja untuk lagu-lagu pop Jepang, ada Village Singers dengan lagu A Girl with Flaxen Hair (亜麻色の髪の乙女) yang sekarang dipopulerkan lagi oleh penyanyi cantik Hitomi Shimatani. Di film ini juga single dari Queen yang berjudul Somebody to Love ikut diputar.
Secret
(不能说的秘密)
2007
Bagi penggemar Jay Chou sepertinya sudah nggak asing dengan film yang satu ini, dan sepertinya sudah nonton. Film romance Taiwan yang satu ini menggabungkan romansa, musik, dan misteri. Misteri? Ya, misteri. Kesan yang saya dapat di tiga puluh menit pertama nonton film ini adalah film ini adalah semacam film romance musikal. Ada banyak scene dimana Jay Chou main piano, apakah main piano sendiri, ataupun berdua dengan lawan mainnya Gwei Lun-Mei, bahkan sampe duel piano dengan raja piano. Dan menjelang akhir, saya dikejutkan dengan munculnya sebuah misteri yang bikin saya merinding sendiri.
Ye Xianglun (Jay Chou) adalah murid baru di SMA Tamkang yang ngambil spesialisasi musik. Waktu lagi jalan-jalan keliling sekolah barunya, dia dengar ada musik dari sebuah ruang piano tua dimana dia menemukan sebuah grand piano tua (kayaknya sih concert grand, semacam Alma Tadema produksi Steinway & Sons, tapi lebih kuno lagi) dan juga Lu Xiaoyu. Keduanya semakin akrab dan Xianglun menanyakan musik yang Xiaoyu mainkan di hari pertama mereka ketemu dan Xiaoyu hanya jawab, "It's a secret".
Konflik muncul saat muncul orang ketiga, teman sekelas Xianglun, Qing Yi ternyata juga suka sama dia. Suatu hari Xianglun secara tidak sengaja berciuman dengan Qing Yi dan disaksikan sama Xiaoyu. Xiaoyu lantas menghilang selama beberapa bulan dan di hari graduation, Xiaoyu kembali dan nonton konser dimana Xianglun tampil bersama orkestra membawakan Le Cygne karya Saint-Saëns. Xianglun dan Xiaoyu akhirnya bertemu, tapi saat Xiaoyu lihat bahwa Xianglun mengenakan gelang milik Qing Yi, Xiaoyu berfikir bahwa Xianglun sekarang sudah jadi milik Qing Yi. Xiaoyu pun kembali menghilang. Xianglun mencoba cari-cari Xiaoyu ke kelasnya dan nanya ke teman-temannya apakah mereka lihat "gadis yang menari bersamaku" di semacam pesta sekolah, dan teman-temannya justru bilang bahwa di pesta itu, Xianglun menari sendirian. Disini kita mulai merasakan misterinya. Siapa sebenarnya Xiaoyu? Apakah dia benar-benar ada, atau sekedar khayalan Xianglun?
Musik-musik melankolis bakalan mengiringi di sepanjang film. Ditambah lagi permainan piano Jay Chou yang memukau, dan scene-scene melankolis yang bikin mbrebes mili, Secret jadi salah satu film romance yang bikin terharu, sekaligus deg-degan di akhir-akhir.
Terlepas dari berapa rating-nya di IMDB, saya tetap menjadikan film-film di atas sebagai pilihan favorit untuk film romance Asia timur. Dengan kekhasan masing-masing, dan ditambah dengan aktor-aktor yang mengagumkan, saya merekomendasikan film-film di atas untuk ditonton bagi penggemar film dengan genre romance.
0 comments:
Post a Comment