Tuesday, July 1, 2014

Aku merindukanmu

"Anak gadis tak boleh malas"


Itu yang kau katakan padaku. Kata-katamu selalu terngiang-ngiang di benakku. Aku tak pernah melewatkan adzan Subuh dan kokok ayam jantan saat menyapa mentari pagi yang terangnya tak pernah membuatku bosan. Selepas solat Subuh, seperti yang kau katakan padaku, aku membersihkan rumah, menyapu ruangan-ruangan, dan membuka seluruh gorden, membiarkan cahaya matahari masuk dan menerangi seisi rumah. 

"Anak gadis harus apik"

Itu yang kau katakan padaku. Kata-katamu selalu terngiang-ngiang di benakku. Aku tak pernah membiarkan debu sampai menyelimuti barang-barang di kamarku. Meja belajar dan meja hias selalu kubersihkan. Cermin di kamarku selalu bersih bening, sehingga bayanganku tak pernah nampak kusam. Sprei dan sarung bantal tak pernah kubiarkan kusut. Tak ada sampah kertas yang menumpuk di sudut kamarku. 

"Anak gadis harus pandai memasak" 

Itu yang kau katakan padaku. Kata-katamu selalu terngiang-ngiang di benakku. Aku selalu memperhatikan caramu memotong sayuran dan buah-buahan, memasak sup, merebus daging sampai empuk, membuat adonan kue dan memanggangnya, mengatur waktu panggangan agar kue matang dengan tepat dan tak hangus. Setiap takaran bahan adonan kuingat dengan jelas. Kue yang kau buat tak pernah mengecewakan. 

"Anak gadis tak boleh berkata kasar" 

Itu yang kau katakan padaku. Kata-katamu selalu terngiang-ngiang di benakku. Aku selalu mencobe menjaga ucapanku. Kata-kata kasar dan menyakitkan akan selalu kuhindari. Saat seseorang berkata kasar padaku, kau memintaku untuk tak menggunakan kata-kata kasar padanya. Hati yang baik tercermin dari tuturan yang baik. Aku bahkan lupa kapan terakhir kali aku mengumpat. 

Pukul dua pagi lebih lima puluh menit. Aku duduk di sofa, menantimu untuk membuka pintu kamarmu dan berjalan menuju dapur. Aku akan mengikutimu ke dapur, membantumu membuat masakan untuk santap sahur. Masakan sederhana. Bukan masakan mewah. Masakan sederhana yang mampu menghadirkan kebahagiaan bagi siapapun yang menyantapnya, sebagai amunisi melawan lapar dan dahaga saat berpuasa nanti. 

Aku tak bisa membangunkanmu. Aku tak berani untuk membangunkanmu. Kaulah yang paling lelah. Sorot mata dan raut wajahmu tak bisa membohongiku. Bagaimana bisa aku membangunkanmu saat kau sedang nyenyak beristirahat? Meskipun ingin sekali aku membangunkanmu dan memasak bersamamu, aku tak bisa melakukannya. Anak gadis tak boleh bersikap lancang. Itu yang pernah kau katakan padaku. 

Pukul tiga lebih lima belas menit. Kau belum juga keluar dari kamarmu. Tak ada suara bising dan aroma sedap dari arah dapur. Tak ada dentingan gelas-gelas dan piring-piring tertata di ruang makan. Pintu kamarmu tak terbuka sama sekali. Harus berapa lama lagi aku menunggu? Bukankah ini saatnya kita memasak untuk santap sahur? 

Aku tak bisa membangunkanmu. Aku tak berani untuk membangunkanmu. Kaulah yang paling lelah. Sorot mata dan raut wajahmu tak bisa membohongiku. Bagaimana bisa aku membangunkanmu saat kau sedang nyenyak beristirahat? Meskipun ingin sekali aku membangunkanmu dan memasak bersamamu, aku tak bisa melakukannya. Anak gadis tak boleh bersikap lancang. Itu yang pernah kau katakan padaku. 

Pukul setengah lima, dan tak ada sajian yang terhidang di meja makan. Pintu kamarmu tak kunjung terbuka. Tak ada asap mengepul dari arah dapur. Tak ada suara apapun, kecuali kumandang adzan yang saling bersahutan antara satu surau dengan surau lainnya. Mengapa kau tak juga bangun? Kita belum memasak apapun untuk santap sahur. Tidak. Kita bahkan tak bisa menyantap sahur karena adzan telah berkumandang. 

Kita? 

Apa aku masih bisa menyebut kata 'kita'? Aku tak bisa membangunkanmu. Kau tak akan pernah terbangun. Kaulah yang paling lelah. Sorot mata dan raut wajahmu tak bisa membohongiku. Bagaimana bisa aku membangunkanmu saat kau sedang nyenyak beristirahat? Meskipun ingin sekali aku membangunkanmu dan memasak bersamamu, aku tak bisa melakukannya. Ini bukan tentang sikap lancang. Ini tentangmu. Kau tak akan pernah terbangun kembali. Tak akan pernah. Aku belum minum apapun untuk sahur ini, kecuali air mata yang terasa asin yang tak sengaja terkecap oleh lidahku. 

Ibu. Aku merindukanmu



PS: Tulisan pendek untuk seorang sahabat. Deepest condolence. I know you do love your mom so much, but God knows the best for her. May she rest in peace. Godspeeds. 

0 comments:

Post a Comment