Monday, June 16, 2014

Tembang Kenangan

Saya sempat menghabiskan masa kecil saya di Kuningan selama beberapa tahun. Ayah saya waktu itu sudah kerja di Bandung dan biasanya saat libur sekolah, saya suka ikut ke Bandung dan tinggal sama sepupu saya. Kadang cuma saya dan ayah saya yang pergi, kadang seluruh keluarga ikut liburan. Biasanya kalau untuk liburan sekeluarga, harus ada jadwal libur yang pas karena kadang-kadang mama saya belum dapat libur, atau saya yang belum dapat libur. 

Ada hal unik (menurut saya unik) kalau hanya saya yang ikut pergi ke Bandung untuk liburan. Biasanya kalau hanya saya yang ikut, ayah saya selalu mulai perjalanan dari Kuningan ke Bandung di malam hari. Buat saya sih unik karena pertama, kami bepergian pakai mobil pribadi dan kedua, saya suka dengan suasana kota di malam hari (kecuali kalau sudah lewat daerah Cadas Pangeran, yang ada malah ngeri). Perjalanan seringnya dimulai jam sebelas malam, dan itu sebetulnya sudah masuk jam tidur saya. Berhubung jam segitu saya sedang di perjalanan dan harus jadi co-pilot buat ayah saya, mau nggak mau saya nggak boleh banyak tidur sepanjang perjalanan. Nah, biasanya saya menyiasatinya dengan tidur siang, dari jam satu lepas makan siang dan bangun sekitar pukul lima sore. Cukup lama untuk charge energi buat begadang semalaman. 

Mungkin inti dari dua paragraf diatas nggak relevan dengan judulnya. Kalau gitu, di paragraf selanjutnya saya akan coba jelaskan kenapa saya buat judul post seperti yang saya pakai. 

Dulu saya sangat akrab sama sepupu saya, jadi saat tahu kalau saya akan liburan ke Bandung, saya bakalan sangat excited. Apakah saya yang ke Bandung atau sepupu saya yang main ke Kuningan, saya bakalan excited. Saking girangnya, biasanya saya suka nggak bisa tidur (kalau pergi ke Bandungnya atau sepupu saya tibanya pas malam hari). Nah, karena nggak bisa tidur (dan karena orangtua saya tahu saya akan pergi ke Bandung malam harinya) biasanya saya dibiarkan begadang, nonton TV sampai tiba waktunya buat berangkat ke Bandung. Oh ya, biasanya saya berangkat Minggu malam karena ayah saya ngejar jadwal kerja di Senin pagi. Acara-acara di stasiun TV kalau Minggu malam itu bervariasi. Dulu sih saya suka nonton kuis Indosat Galileo yang disiarkan di SCTV. Dan kalau kuis itu beres, biasanya saya ganti lagi channel. Berhubung saya nggak suka nonton sinetron jadi saya (kalaupun nggak ada lagi yang menarik) biasanya langsung pindahkan channel ke Indosiar dan nonton acara Tembang Kenangan

Tembang Kenangan
Ya, ini adalah acara buat orangtua (khususnya oma opa saya) yang terpaksa saya tonton karena nggak ada lagi tontonan yang lain. Acara yang durasinya sekitar satu (mungkin dua) jam itu menayangkan lagu-lagu lawas yang biasanya didengerin sama oma, opa, om dan tante saya. Saya masih ingat pembawa acaranya seperti apa penampilannya, tapi saya lupa namanya. Yang jelas suara pembawa acaranya (laki-laki) itu kedengaran seperti suara bapak-bapak yang berwibawa gitu lah. 




Set acara didesain mirip restoran, dengan meja-meja dan kursi-kursi makan Ada juga area yang cukup luas dimana para bapak-bapak dan ibu-ibu itu bisa dansa. Secara simpel sih set-nya bisa dibilang semacam ballroom. Di atas stage ada area yang cukup luas buat penyanyi, area alat-alat musik dan ada satu buah grand piano. Desain interior set bisa dibilang mewah dan gorgeous (untuk jaman itu), dengan dominasi warna coklat keemasan. 

Untuk para audiensnya, tentu saja bapak-bapak dan ibu-ibu yang usianya sudah bukan lagi remaja (hehehe). Kalau saya sih kadang bingungnya itu dengan lagu-lagu yang ditampilkannya. Berhubung sudah beda generasi jadi kadang kalau dengar lagu yang dimainkan saya harus coba ingat-ingat apakah lagunya pernah dimainkan oleh mama atau opa di pemutar musik. Nah yang menurut saya waktu itu lucu di acara itu adalah si pembawa acara di segmen tertentu akan membacakan semacam ucapan selamat ulang tahun pernikahan untuk pasangan yang namanya sengaja dikirimkan ke pihak Indosiar untuk disiarkan. Dari mulai ulang tahun pernikahan emas, perak, perunggu, alumunium, kuningan, sampe baja (ngaco), nama-nama pasangan yang beruntung akan disebutkan dan ditampilkan semacam piagam di layar TV bertuliskan nama pasangan itu dan ucapan selamat, serta doa untuk kelanggengan oma opa itu. 

Roaming
Ya, saya sering mengalami 'roaming' kalau nonton acara Tembang Kenangan. Pertama, musik yang dimainkan biasanya musik dari era 70an dan 80an (bahkan kadang ada lagu-lagu yang kayaknya dibuat dari jaman sinyo dan noni Belanda masih hobi makan dan dansa di restoran dan ballroom di jalan Braga). Lagu-lagu itu jelas asing buat saya yang bikin saya sekedar menikmati musiknya, tanpa bisa ikut nyanyi apalagi paham maksud liriknya apa (saya masih inosens jaman dulu hahaha). Kedua, audiensnya kebanyakan orangtua usia sekitar kepala empat. Nonton acara itu justru bikin saya berasa tua sebelum waktunya. Ketiga, biasanya si pembawa acara suka memulai sepatah dua patah kata sebelum band mulai lagu, semacam pidato kecil menceritakan tentang romansa jaman dulu dengan bahasa yang terlalu berbunga-bunga (dan dari situlah saya mulai berkawan dengan kata 'syahdu'). Jaman dulu saya nggak ngerti dengan bahasa-bahasa semacam itu yang malah bikin saya merasa bingung. Lagu-lagu yang diputar kurang lebih lagu-lagu semacam ini: 



by the way yang ini bukan dari acara Tembang Kenangan Indosiar

Orangtua saya biasanya sudah masuk kamar. Ayah saya beres-beres pakaian sementara mama saya tidur atau membereskan kerjaan kantornya. Cuma ada saya di ruang keluarga ditemani acara TV. Saat saya pindah channel, saya malah dapat acara yang aneh, atau film-film yang alurnya nggak saya pahami. Ditambah lagi munculnya iklan-iklan rokok (kalau untuk iklan rokok saya suka karena plotnya bagus atau banyak menampilkan bentang alam yang kece habis seperti iklan rokok Marlboro) dan kadang-kadang iklan kondom bikin saya suka bingung sendiri (jaman dulu saya nggak ngerti yang begitu). Mau nggak mau, acara Tembang Kenangan jadi acara yang saya tonton sambil nunggu jam terbang. 


Meskipun begitu, saya akui Tembang Kenangan mengisi masa kecil saya. Sekarang sih saya sudah mulai familiar dengan lagu-lagu era 70an atau 80an, dan saya mulai suka dengan acara-acara yang digelar di ballroom semacam yang ada di Tembang Kenangan. Jaman dulu saya masih banyak blank tentang acara itu tapi ada hal yang sampai sekarang belum bisa saya dapatkan lagi. Atmosfer ruang keluarga di Minggu malam saat saya nonton acara Tembang Kenangan sendirian, itu sampai sekarang belum bisa terhidupkan lagi. Meskipun saya putar lagu-lagu lawas di malam hari, tetap saja atmosfer serupa belum bisa saya dapatkan. 

Ya.. Mungkin nanti kalau saya sudah seumur audiens yang ada di acara Tembang Kenangan baru bisa saya dapatkan lagi atmosfer serupa. 

0 comments:

Post a Comment